08 November 2008

    Agama itu damai

    ISLAM SINKRETISME” BUKAN BENTURAN ANTAR PERADABAN

    Sejarah peradaban Islam, diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan peradaban Islam dalam perspektif sejarahnya.

    Berawal dari tersentuhnya masyarakat jahiliyah, yang berada dikawasan Timur Tengah Jazirah Arab. Maka karena semua peradaban yang lebih dulu eksis dikawasan belahan lain misalnya, peradaban Romawi, peradaban Persia, peradaban Bizantium. Akan tetapi bagi seorang Nabi Muhammad, justru peradaban masyarakat jahiliyah tersebut disentuh oleh Nabi, dengan sentuhan halus proses akhlaqisasi (Islam) hingga memunculkan istilah peradaban Islam yang dalam bukunya (Benturan antar Peradaban) Samuel P. Huntington. Bahwa peradaban Islam termasuk salah satu dari dua belas (12) peradaban Mayor yang masih eksis, tujuh peradaban tidak lagi eksis (peradaban-peradaban Mesopotamia, Kreta, Klasik, Bizantium, Amerika Tengah, dan Andea) dan lima (5) peradaban masih eksis (peradaban-peradaban Tionghoa, Jepang, India, Islam, dan peradaban Barat).

    Masa proses perkembangan peradaban Islam di Jazirah Arab zaman jahiliyah, dengan perjalanan serta penyebaran yang sampai meluas ke berbagai benua, diawali Asia terus menyeberang melalui laut Merah menuju benua hitam (Afrika), terus melangkah maju melewati selat Jabal Thoriq (Gibraltar), melalui Spanyol menuju benua Eropa. Untuk membangun nilai-nilai peradaban Islam.

    Perkembangan peradaban Islam diberbagai tempat didunia. Peradaban Islam Timur tengah, peradaban Islam Asia, dan peradaban Islam Spanyol (Cordoba). Perkembangan dan kemajuan serta pertumbuhan peradaban Islam yang didasari oleh, olah maupun pola berfikir (intelektual) sedikit lebih maju dari masyarakat Islam. Sehingga dapat mempengaruhi cara berfikir (pencerahan) terhadap peradaban (negara) lain.

    Demi pengembangan disiplin keilmuan untuk pembangunan pengetahuan adalah kekuatan ditengah arus globalisasi peradaban dan universalisasi nilai-nilai, adalah suatu keharusan bila sejarawan menyumbangkan ilmunya kepada bangsanya dalam usaha mengenal diri sendiri agar supaya rekayasa masa depan tetap berpijak pada jati diri bangsa. Dalam kaitan inilah sejarah peradaban mempunyai peranan yang penting, karena hanya dengan melihat ke masa lalu, kita akan dapat membangun masa depan yang lebih baik. Selebihnya, sejarah juga menawarkan cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga tidak akan terjebak pada archaisme dan anakronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang terbentuk di masa lampau sejarah kita.

    Peradaban, sebuah peran kehidupan manusia yang lebih menekankan pada aspek ekspresi akhlaqisasi yang telah teratur serta terstruktur, punya model, maupun berwujud nyata melalui kecerdasan nalar dengan sifat religinya.

    Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.

    Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.

    Karena gerak perkembangan masyarakat banyak dipengaruhi oleh peran-peran dari sebuah sistem kedudukan dengan fungsi dan penyesuaian diri, dari suatu proses sejarah.

    Memotret Peradaban “Sinkretisme” Islam Pribumi

    Giri Kedaton, sebuah pemerintahan kerajaan. Giri kedaton punya banyak peran dalam membangun dan mengembangkan fungsi peradaban Islam Indonesia. Yakni sebuah peradaban saling mengerti dan memahami sebagai kekuatan utamanya.

    Peradaban Giri Kedaton merupakan bagian dari sejarah proses Islamisasi (baca :akhlaqisasi) bangsa Indonesia. Tidak akan mungkin bila kita berdakwah tanpa mengenal peran pengembangan akhlaqisasi yang dilakukan Giri Kedaton yang sampai ke pulau halmahera, hitu, dan kepulauan Maluku. Karena sejatinya peradaban adalah saling berafiliasinya peradaban yang lama dengan peradaban yang baru dengan semangat sinkretisme (campur, damai). Bukannya peradaban baru dengan watak saling menundukkan dan mengeliminasi atau menyingkirkan antar peradaban secara signifikan dan dramatis.

    Peran perkembangan Peradaban Islam Sinkretisme Giri Kedaton di topang oleh keunggulan mereka dari segi-segi nilai luhur akhlaqul karimah, pengorganisasian, dan disiplin perjuangan. Tampil sebagai pemeran utama untuk mengawal proses dakwah akhlaqisasi. Pemerintahan Giri Kedaton juga tidak lupa berpegang teguh pada hakikat prinsip-prinsip agama Islam, akan tetapi di sisi keduniawian, dengan peran yang dilakukan pemerintahan Giri Kedaton, jarang sekali kita temui benturan-benturan antar peradaban yang dahsyat. Namun yang terjadi justru pembauran-pembauran, perampuran, bukannya pandangan sempit hitam atau putih (Islam Bom)yang jelas-jelas bukan Jihad fi sabililah melainkan mati sangit bukan syahid. Menurut saya Jihad Fi sabililah di zaman sekarang (merdeka) ini adalah melestarikan, ngurip-uripi (menghidup-hidupkan), tahlilan, diba'an, istighotsah, memberdayakan fakir-miskin, janda-janda dll. Gerakan akomodatif, menghargai hubungan antar sesama manusia (memanusiakan manusia), hingga munculnya istilah peradaban sinkretisme, yang merupakan peradaban baru yang penuh dengan suasana damai.

    Sebuah peradaban merupakan nilai luhur sejarah perkembangan manusia dalam menghadapi zamannya. Janganlah sekali-kali melupakan proses sejarah bangsa sendiri. Dan mereka-mereka yang melupakan masa proses peradaban sejarahnya pasi akan banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat.

    melestarikan budaya lama yang baik, mengikuti budaya baru yang lebih baik tanpa harus terhanyut. Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?

    Wallahu a’lam bi shawab.


    nur achmad fathoni

    Alumni IAIN Sunan Ampel 2005

    Sekarang pekerja sosial di GP ANSOR GRESIK

    Rakyat dan Politik

    Gus Muhammad SAW


    Oleh : Emha Ainun Nadjib

    Sudah terpecah dan terkeping sampai seberapa PKB, juga NU? Tidak. Kita ambil perspektif lain. Itu bukan bentrok, bukan perpecahan. Itu romantisme demokrasi. Itu dinamika ijtihad (perjuangan pemikiran). Itu produk wajar dari tradisi berpikir merdeka: salah satu prinsip yang membuat manusia bernama manusia.

    Sebagaimana kalau jumlah pemeluk Islam ada sejuta, maka dimungkinkan ada sejuta aliran, dipersilakan setiap orang memberlakukan tafsirnya masing-masing, dan satu-satunya yang berhak menagih pertanggungjawaban adalah Tuhan. Silakan ada golongan NU, Muhammadiyah, Persis, Persis NU, Persis Muhammadiyah, Muhammad NU, Suni, Syiah, Sun`ah, Syinni, PKNU, Langitan, Bumian, Lautan, Gunungan, PKB Alwiyah, PKB Wahidiyah, PKB Muhaiminiyah, PKB Yenniyah... semakin banyak semakin demokratis dan menghibur.

    Tapi omong-omong sebenarnya PKB adalah satu-satunya parpol yang konstituennya paling berakar. Mungkin tidak tepat benar metafor berikut ini: tapi ibarat hutan dan taman: PKB adalah upaya membangun hutan menjadi taman. Taman PKB berbasis di hutan yang melahirkan PKB, dengan akar dan sifat hutan yang masih kental. Golkar, misalnya, adalah sebuah taman modern yang profesional, sejumlah pohon diambil dari hutan dan tetap mendayagunakan kimia tanah hutan --tetapi ia sebuah taman teknokratis yang tidak memprimerkan hutan.


    Semua -PDI-P, PPP, PKS, PAN, PD, atau PBB-- juga tidak steril hutan, tetapi PKB yang paling jelas berakar di hutan. Asal muasal sosiokulturalnya, dialektika historisnya, masih menampakkan kekentalan perhubungan antara tamannya dan hutannya. Sebagaimana PAN, PKS, PPP, dan PBB "gagal" mewujudkan jargonnya Cak Nurcholish Madjid "Islam yes, partai Islam no" --PKB-lah yang paling kental setting budaya santrinya. "Partai Islam no" susah keluar dan berkembang dari lembaran AD-ART-nya, de facto tetap saja "partai Islam". Meskipun Ifrith Sekjen Komunitas Jin Internasional direkrut masuk PKB, tetap saja yang terjadi bukan pluralisme, orang tetap menganggap Jenderal Ifrith yang masuk NU supaya kalau meninggal ditahlili.

    Andaikan saja tradisi transformasi sosial berlaku cukup matang di Indonesia, kemudian atas dasar itu PKB dibangun kembali secara modern, maka dia susah ditandingi oleh kelompok politik yang mana pun lainnya.

    Tetapi PKB semakin seru saja bergumul di dalam bungkusan "sarung" tradisional. Mungkin saja sarung itu bermerek "Gus". Belum tentu benar, tapi kalau mau menabung pembelajaran tentang PKB hari ini, ada baiknya kita tengok sosiologi budaya "gus", bahkan mungkin "antropologi"-nya.

    Sopan santun Jawa menyebut Nabi Muhammad SAW dengan Kanjeng Nabi. Dalam bahasa Arab: Sayyid, semacam Sir. Sayyidina Muhammad.

    Beliau pernah bilang, "Saya jangan di-sayyid-sayyid-kan". Maka, masyarakat Muhammadiyah cenderung tidak memakai gelar Sayyidina. Panggil ngoko saja: Muhammad. Tetapi, kalau kita menyebut pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dengan "Dahlan" saja, "Si Dahlan", atau dulu ketika beliau masih sugeng kita menyapa beliau: "Mau ke mana, Lan?" --teman-teman Muhammadiyah banyak tak siap juga.

    Jadi idiom "Sayyidina" itu mungkin berkonteks budaya sebagaimana kita memanggil "Pak", "Mas", "Om". Tentu saja "saya jangan di-sayyid-sayyid-kan" itu tidak berhenti pada makna harafiah. Maksudnya, Kanjeng Nabi kita jangan feodal, jangan menjunjung-junjung secara tidak rasional. Allah semata yang 'Ali Akbar, Yang Mahatinggi dan Mahaagung. Sampai-sampai beliau tidak mau digambar wajahnya, khawatir jadi ikon, branding, berhala, mitos.

    Di kalangan Jawa tradisi, dipakai kata "kanjeng", "raden" atau "den". Den-nya masyarakat santri adalah "gus". Gus itu semacam raden yang "Islami". Di Jombang ada Gus Rur, Gus Nur, Gus Dur. Untuk saya ada gelar VIP: "Guk", Guk Nun. Itu panggilan sesama teman penggembala kambing, kerbau, sapi, ngasak di sawah.

    Gus itu lebih tinggi dan lebih luas dibandingkan dengan den. Itu berlaku tak hanya secara tradisional. Semua wacana, persepsi, dan analisis tentang wilayah perpolitikan tertentu di Indonesia selama 35 tahun ini terlalu meremehkan dahsyatnya kekuatan "gus". Sampai hari ini kita gagal ilmu, gagal objektivitas, gagal kejujuran, gagal kerendah-hatian dan kejantanan di dalam memotret fenomena sangat faktual itu dalam frame pemikiran demokrasi, egaliterianisme, independensi budaya dan politik.

    Itu pun kalau bicara tentang Gus Dur, NU, PKB, Muhaimin Iskandar, Yeni Wahid, PKNU, Choirul Anam, Kiai (desa pesantren bernama) Langitan, dan seterusnya, tanpa setting sejarah yang "masuk lubuk hutan" secara cukup memadai. Gus Dur, NU, PKB, dan lain-lain hanya kita jadikan anasir-anasir dari khayalan akademik kita yang asyik sendiri dengan huruf-huruf, yang karena para akademisi dan pengamat adalah penguasa negeri wacana, maka mereka mengumumkan kepada dunia dan dirinya sendiri bahwa NU itu begini, Gus Dur itu begitu --kemudian tatkala besoknya terbukti tak ada eskalasi rasional dari wacana-wacana itu, kita diam-diam melupakannya.

    Emha Ainun Nadjib
    [Kolom, Gatra Nomor 37 Beredar Kamis, 27 Juli 2007]


    27 June 2008

    "KARBIT & MERCON"

    FATWA & SKB [kebijakan] KARBITAN BUAT WARGA BERLABEL AHMADIYAH


    Gejala kekerasan (violence), kebiadaban (barbarity), kekejaman (cruelty), dan segala bentuk tindakan yang melampaui batas kemanusiaan (inhumanity) yang muncul dalam kehidupan umat manusia, pada hakikatnya telah tua, setua perjalanan panjang sejarah manusia itu sendiri.

    Tawuran antar masyarakat beragama yang mengatasnamakan keyakinan beragama berawal-mula dari fatwa-fatwanya para ustadz-ustadz (MUI), yang pada akhirnya di adopsi oleh para ustadz-ustadz yang ada di ormas-ormas pembela Islam. Yang jadi pertanyaan, apakah selama diskusi di lembaga MUI, para ulama-ulama, ustadz-ustadz tidak menjadikan pancasila dan UUD 1945 (pasal 29 ayat 1 dan 2) menjadi salah satu bahan rujukan mereka? “Untuk dapat melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi, dan keadilan sosial“.

    Idealnya harus ada diskusi dengan suasana penuh keakraban, keterbukaan, kekeluargaan, sukacita, dan cinta antar masyarakat. Prilaku dan kepribadian para pemimpin (pejabat) yang dalam setengah abad ini kurang dapat dijadikan panutan para masyarakat jelata, meski telah beberapa kali adanya proses demokrasi (pemilu). Karena segala sesuatu yang diatas selalu tercermin ke bawah. Padahal kanjeng Nabi sudah pernah mencontohkan ketika diskusi dengan orang beda keyakinan, dengan berkata “Bagimu keyakinanmu dan Bagiku keyakinanku”. Setelah diskusi tersebut maka selesailah persoalan tentang keyakinan tanpa harus ada acara bakar-membakar masjid.

    Ironis memang, umat manusia yang telah mengalami perjalanan mencapai peradaban tinggi seperti yang kita saksikan pada masa sekarang ini, kenyataannya masih tetap bergumul menghadapi gejala kekerasan yang mengancam perdamaian dan keamanan kehidupannya. Secara umum telah dikemukakan bahwa kekerasan sebagai tragedi kehidupan yang selalu menampakkan sifat dan sikapnya hampir disepanjang sejarah umat manusia.

    Berikut kutipan saya dalam tulisannya KH. Quraish Shihab (guru besar UIN Syarif Hidayatullah) tentang tujuh kata yang dihapus Nabi Muhammad SAW : “Dalam sejarah Islam dikenal apa yang dinamai dengan “shulh Al Hudaibiyah”. Yaitu perjanjian perdamaian yang disepakati pada tahun keenam hijri. Perjanjian ini merupakan perjanjian antara Nabi Muhammad saw dan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Makkah yang masih musyrik.

    Perjanjian ini dinilai oleh banyak sahabat nabi sebagai sangat menguntungkan lawan, walaupun banyak pakar Al Qur'an yang kemudian menilai bahwa Allah SWT menamainya fath mubin (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum muslim [lihat QS 48: 1]).

    Siapa yang mendatangi Muhammad (untuk memeluk agama Islam), maka ia harus dikembalikan, tetapi yang meninggalkannya menuju Mekkah tidak dapat dikembalikan.” demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh kebanyakan sahabat Nabi. Mengapa perjanjian ini disetujui oleh Nabi?

    Namun demikian, reaksi yang ditimbulkannya belum seberapa dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan naskah perjanjian tersebut.

    tulislah wahai Ali, bismillahirrahmanirrahim”

    Ali ra pun menulis, tetapi dengan serta merta Suhail keberatan: “kami tidak mengenal Al-Rahman, hapuslah kata itu dan tulislah dengan namamu wahai Tuan.”

    Nabi saw. Menyetujui dan memerintahkan menghapus basmalah sambil melanjutkan : “inilah perjanjian perdamaian antara Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr.”

    “Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai pesuruh Allah, niscaya kami tidak memerangimu. Hapus itu dan tulislah “Muhammad putra Abdullah.”

    sekali lagi Rasulullah saw, menyetujui sambil berkata : “Demi Tuhan, aku adalah pesuruh Allah walau kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut, wahai Ali!”

    Ali ra, tampak ragu, sementara para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata : “mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”

    “Tenanglah, wahai Umar. Aku ini pesuruh Allah.” Nabi Muhammad saw, lalu mengambil naskah rancangan perjanjian tersebut dan menghapusnya dengan tangannya sendiri kata-kata “Muhammad Rasul Allah”.

    Demikianlah tujuh kata, yaitu Bismi, Allah, Al-Rahman, Al-Rahim, Muhammad, Rasul, dan Allah, di hapus oleh Nabi saw.

    Peristiwa diatas menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap beliau menghadapi kaum musyrik demi perdamaian. Beliau sadar bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti atau tidak mau mengerti. Tetapi setelah diskusi ilmiah mereka samakan dengan pokrol, keluwean mereka nilai kelemahan, perjanjian yang telah disetujui mereka langgar, ketika itulah tidak ada jalan lain kecuali ketegasan, walaupun itu masih harus selalu diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

    Ketika memasuki kota Makkah sebagai sanksi atas pelanggaran perjanjian tersebut, beliau mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah. Dikecamnya sahabat-sahabatnya yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. “tidak!” kata beliau, “ini adalah hari kasih sayang” dapaun “semboyan” yang disetujuinya adalah : “akhun karim wa ibnu akhn karim” (saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia). Sungguh agung manusia ini. Alangkah wajar kita meneladaninya”.

    Pencapaian titik jenuh masyarakat setelah proses menonton unsur-unsur ketimpangan, ketidakadilan, kecurangan, KKN, teror, pemaksaan, represi, dan seterusnya. Jika ada unsur-unsur itu berarti ada yang menjadi korban atau sengaja dikorbankan. Yang jelas akibat-akibatnya nyata dialami oleh sebagian besar masyarakat kelas bawah. Dalam kenyataan situasi sekarang ini, kita tidak mudah menemukan pelaku atau penyebab kekerasan demi kekerasan yang terjadi.

    Kehidupan ekonomi sulit menjepit dalam sebuah ruang sempit yang mencekik rasa dan jiwa kemanusiaan. Padahal kalau digali lagi melalui perpustakaan (berpikir), maka akan kenalan dengan Johan Galtung penulis buku kekuasaan dan kekerasan. Kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya. Suatu pernyataan mencerahkan yang membutuhkan definisi lebih lanjut, kemudian bisa disimpulkan secara langsung atau tidak langsung, direncanakan atau tidak terencana. Akan tetapi semua itu jelas sebuah kalimat tentang kekerasan.

    Sebuah negara yang telah menelantarkan (amnesia) terhadap rakyatnya sehingga banyak menderita kelaparan (busung lapar) sampai mati. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, penyalahgunaan dana dan sumber daya lain demi segelintir pejabat, semuanya itu merupakan bagian dari kekerasan. Hanya dengan usaha untuk mencari sumber kekerasan pada pelaku atau aktor saja kurang cukup, harus ditindaklanjuti dengan merogoh serta mengobok-obok sistem atau struktur yang memang selama ini menjadi pelatuk atau sumber hingga mengakibatkan kondisi masyarakat sangat gampang tersinggung bertindak kekerasan.

    Melihat fenomena yang terjadi bukan merupakan murni persinggungan antar masyarakat, akan tetapi ada tangan-tangan “bijak” para pemimpin (pejabat) yang selama ini kurang disadarinya dan Selama itu pula masyarakat kita menonton, memperhatikan serta merasakannya. Jadi semua kejadian akhir-akhir ini bermuara di elit-elit pejabat eksekutif, pejabat yudikatif, dan pejabat legislatif, yang dalam rentang waktu selama menjabat untuk menjadi pengelola dan pengatur. Semua kebijakan-kebijakan selama ini dikeluarkan demi kesejahteraan serta keadilan yang merata bagi masyarakat?

    Maka dari itu kita butuh perjuangan kolektif yang dimulai dari elit masyarakat (pejabat), sampai masyarakat jelata untuk bersama melawan kekerasan, yang berarti berjuang bagi terciptanya masyarakat yang adil, manusiawi, dan solider. Untuk itu struktur yang jelek dan korup harus dibongkar, proses tersebut tidak mudah, namun perjuangan ke arah sana harus jadi langkah prioritas seluruh elemen-elemen pada tingkat elit (pejabat) masyarakat. Khususnya yang paling mendasar adalah struktur yang menyangkut bidang perekonomian.

    Kalau tidak, kita akan hidup dalam suasana kekerasan terus-menerus. Mematahkan lingkaran kekerasan dan mengubah struktur kekerasan berarti membangun kultur positif dalam masyarakat yang keras, kita membutuhkan budaya baru yang ditandai dengan aksi tanpa kekerasan, kejujuran, bela rasa, sopan santun, dan hormat pada kehidupan. Perjuangan bagi keadilan, kebebasan, martabat kemanusiaan berarti perjuangan bagi seluruh masyarakat bangsa ini agar terbebas dari segala bentuk-bentuk kekerasan, mudah-mudahan.

    Wallahu a’lam bi showab.


    achmad fathoni

    Anggota IKASA IAIN Sunan Ampel 2005

    mengajar PAKET C di Pesantren Al-Abror Gresik

    Damai dan Sejuk

    Tujuh kata yang dihapus Nabi Saw



    Dalam sejarah Islam dikenal apa yang dinamai dengan “shulh Al Hudaibiyah”. Yaitu perjanjian perdamaian yang disepakati pada tahun keenam hijri. Perjanjian ini merupakan perjanjian antara Nabi Muhammad saw dan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Makkah yang masih musyrik.

    Perjanjian ini dinilai oleh banyak sahabat nabi sebagai sangat menguntungkan lawan, walaupun banyak pakar Al Qur'an yang kemudian menilai bahwa Allah SWT menamainya fath mubin (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum muslim [lihat QS 48: 1]).

    Siapa yang mendatangi Muhammad (untuk memeluk agama Islam), maka ia harus dikembalikan, tetapi yang meninggalkannya menuju Mekkah tidak dapat dikembalikan.” demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh kebanyakan sahabat Nabi. Mengapa perjanjian ini disetujui oleh Nabi?

    Namun demikian, reaksi yang ditimbulkannya belum seberapa dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan naskah perjanjian tersebut.

    tulislah wahai Ali, bismillahirrahmanirrahim”

    Ali ra pun menulis, tetapi dengan serta merta Suhail keberatan: “kami tidak mengenal Al-Rahman, hapuslah kata itu dan tulislah dengan namamu wahai Tuan.”

    Nabi saw. Menyetujui dan memerintahkan menghapus basmalah sambil melanjutkan : “inilah perjanjian perdamaian antara Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr.”

    “Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai pesuruh Allah, niscaya kami tidak memerangimu. Hapus itu dan tulislah “Muhammad putra Abdullah.”

    sekali lagi Rasulullah saw, menyetujui sambil berkata : “Demi Tuhan, aku adalah pesuruh Allah walau kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut, wahai Ali!”

    Ali ra, tampak ragu, sementara para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Khattab berkata : “mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”

    “Tenanglah, wahai Umar. Aku ini pesuruh Allah.” Nabi Muhammad saw, lalu mengambil naskah rancangan perjanjian tersebut dan menghapusnya dengan tangannya sendiri kata-kata “Muhammad Rasul Allah”.

    Demikianlah tujuh kata, yaitu Bismi, Allah, Al-Rahman, Al-Rahim, Muhammad, Rasul, dan Allah, di hapus oleh Nabi saw.

    Peristiwa diatas menunjukkan betapa luwes dan sabarnya sikap beliau menghadapi kaum musyrik demi perdamaian. Beliau sadar bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti atau tidak mau mengerti. Tetapi setelah diskusi ilmiah mereka samakan dengan pokrol, keluwean mereka nilai kelemahan, perjanjian yang telah disetujui mereka langgar, ketika itulah tidak ada jalan lain kecuali ketegasan, walaupun itu masih harus selalu diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

    Ketika memasuki kota Makkah sebagai sanksi atas pelanggaran perjanjian tersebut, beliau mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah. Dikecamnya sahabat-sahabatnya yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. “tidak!” kata beliau, “ini adalah hari kasih sayang” dapaun “semboyan” yang disetujuinya adalah : “akhun karim wa ibnu akhn karim” (saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia). Sungguh agung manusia ini. Alangkah wajar kita meneladaninya.


    Oleh :

    KH Quraish Shihab

    (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah)

    26 May 2008

    5 SILA sama dengan 5 waktu sembayang

    Dahulukan akhlaqmu daripada syari’at

    By : achmad fathoni

    Manusia terlahir dalam keadaan telanjang ke dunia, setelah menerima berbagai macam serta model fasilitas yang di berikan secara langsung dari Allah (Tuhan). Tetapi didalam kemanjaannya manusia tetap butuh aturan-aturan, larangan yang disertai sanksi hidup, namun yang terjadi, adalah munculnya kecenderungan melanggar dalam kenyataan hidupnya. Jelas tapi nyata, proses manusia turun ke bumi dengan perasaan kurang menerima, sikap penyesalan di akhir kelakuannya sambil bersedih lantas kemudian menangisinya untuk sungguh-sungguh bertobat.

    Memang pada kejadian manusia kecil (bayi) keluar dari dunia dalam rahim ibu. Semua bayi normal menangis kencang, menjerit. Setelah itu diikuti perasaan gembira tertawa dari para keluarga dekat, kerabat maupun teman-teman yang mengetahui lahirnya sosok bayi tersebut. padahal bagi pengertian sang bayi bahwa terlahir didunia ini akan menemui dan menjumpai berbagai macam dan model tantangan serta kenyataan hidup.

    Bayi manusia lahir dengan berbagai macam bentuk maupun modelnya. Ada yang sehat, ada yang kembar normal, kembar siam, kita jumpai pula yang cacat, bahkan ada pula yang sampai tidak dapat melihat warna-warni dunia alias mati. Itulah kenyataan-kenyataan awal hidup manusia-manusia kecil. Sebelum bersosialisasi, bermasyarakat dalam komunitas lingkungannya.

    Nabi besar Muhammad saw, menerima wahyu itu untuk mencerahkan akhlaq masyarakat yang punya latar belakang zaman yang disebut jahiliyah dengan kondisi masyarakat yang gelap amburadul. Bukan untuk menyempurnakan hukum (syari’at) dan sekali lagi perlu diingat-ingat bukan untuk menerapkan syari’at Islam secara formal (HTI, PKS, FPI, dan sahabat-sahabatnya), melainkan untuk mendahulukan sikap akhlaqul karimah ditengah-tengah kehidupan masyarakat arab serba jahiliyah.

    Kehidupan sosial dan lingkungan masyarakat. Kita hidup di tengah-tengah masyarakat sunnahtullah (beda isi otaknya), maka marilah dari posisi tengah kita menoleh serta menengok dari kiri ke kanan, depan maupun belakang kita, mungkinkah kita melihat ke bawah, karena kita hidup nyata berpijak pada bumi yang bergravitasi. Ketika awal kenyataan, bahwa kita hidup bertetangga dengan berbagai macam status dan kelas sosial masyarakat, baik tetangga kanan maupun kiri, depan serta belakang, meskipun juga bertetangga dengan lingkungan wilayah desa, kecamatan, kabupaten, walaupun juga bertetangga antar negara (global).

    Bumi, jagad raya, dan dunia serta isinya. Merupakan wujud nyata ciptaan Allah (Tuhan). Manusia adalah salah satu makhluk Allah (Tuhan) yang sempurna, di sertai teraturnya putaran bumi yang seimbang diantara dua kutub. Meski hanya satu persen kenikmatan atas teratur seimbangnya dunia nyata kita, hingga adanya siang dan malam, sakit dan sehat, laki-laki dan perempuan. Adanya kesenangan dan kesedihan, serta adanya kehidupan dan adanya tahap akhir yaitu; sudah siapkah anda untuk mati. Kesemuanya diatur dengan amat sangat teratur. Dan masih banyak lagi nikmat keseimbangan, keteraturan, serta ketertiban dari Allah (Tuhan).

    Mempunyai perasaan yakin, bahwa kita bisa bersesuaian dengan kenyataan hidup duniawi maupun ukhrowi (akhirat). Rasa yakin manusialah yang penuh dengan sikap keseimbangan dalam menghadapi hidup. Melalui dan melewati proses hidup seorang manusia dapat mencapai tingkatan iman yang tertinggi.

    Tingkatan iman yang tertinggi adalah perolehan terhadap sebuah kualitas yang memiliki pengendalian sempurna terhadap hati yang berasal dari keyakinan hati dan amalan yang dihasilkannya yaitu akhlaqul karimah yang luhur. Ia menggerakkan seluruh perbuatan anggota badan. Setiap perbuatan berlangsung dalam ketundukan terhadapNya. Jadi seluruh perbuatan pada dasarnya menjadi penguat bagi pengukuhan keimanan tersebut, dan ini adalah tingkatan keimanan yang tertinggi. Ini adalah keimanan yang sempurna. Suatu tingkah laku perbuatan manusia yang tepat di tengah dengan penuh sikap keseimbangan, keteraturan, serta ketertiban hidup.

    Oleh sebab keadaan tersebutlah, manusia diberi hak oleh Tuhan berupa kewenangan berpikir serta memikirkan berdasar pada akhlaq. Bukan hanya pada syari’at saja secara mentah tanpa proses untuk memahami subtansialisnya pada latar belakang kehidupan, situasi, kondisi kosmik ontologi buat manusia.

    Keseimbangan kehidupan alam raya ini serba seimbang. Karena setiap perputaran jalan hidup manusia yang turun ke planet bumi sebagai khalifah (pemimpin) adalah untuk berusaha menyeimbangkan antara nafsu, akal, serta hati nuraninya dalam menjalankan hidup yang seimbang, baik vertikal maupun horizontal.

    Keteraturan, setiap tingkah laku serta perbuatan yang dilakukan oleh umat manusia, yang setiap manusia masing-masing mempunyai akal, nafsu dan hati nurani. Maka setiap kehidupan alam ini butuh pengendali supaya tetap teratur dan yang punya tugas mengendalikan adalah diterapkannya prosedur peraturan-peraturan beserta sanksinya sebagai pengikat diri setiap manusia dalam melakukan perbuatan dan tingkah lakunya.

    Ketertiban hidup. Setelah peraturan-peraturan berjalan sesuai dengan pusaran sistem akhlaqnya. Maka yang timbul adalah perilaku-perilaku perbuatan manusia yang membuat setiap keadaan kehidupan serba teratur dengan baik.

    Hubungan sikap saling untuk berjalannya sistem keseimbangan, serta keteraturan. Membuat keadaan kehidupan selalu berada tepat ditengah dalam menghadapi pengendalian diri terhadap akal, nafsu, dan hati nurani diri sendiri. Sehingga dapat terciptanya keadaan hidup yang penuh dengan cinta damai nan indah.

    wallahu a'alam bi showab.

    nur achmad fathoni

    alumni IAIN Sunan Ampel 2005

    Pengurus PC GP Ansor Gresik


    24 May 2008

    KEKAYAAN BHINNEKA TUNGGAL IKA

    PEMERINTAH[KAN] NAFSU HATI NURANI DAN AKAL

    By : nur achmad fathoni


    Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang kaya akan suku, bahasa serta latar belakang kebudayaan. Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang berdaulat, terdiri dari kepulauan yang luas kurang lebih terdapat 17 ribu terbentang di lautan yang luas, penduduknya mencapai 200 juta merupakan sebuah Negara yang berpotensi untuk menjadi Negara yang makmur. Indonesia dalam kerangka persatuan dan kesatuan disebut Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

    Kata republik menurut plato yaitu, suatu negara yang ideal yang di ilustrasikan dengan tubuh manusia yang terdiri dari tiga bagian, kepala, dada, perut. Untuk setiap bagian ini ada bagian jiwa yang saling terkait. Akal terletak di kepala, kehendak terletak di dada, dan nafsu terletak di perut. Tapi kalau kita lihat realita yang ada di pemerintahan saat ini yang ada hanya nafsu yang terletak diperut. Indonesia merupakan salah satu Negara yang amat sangat korup sekali di benua Asia Indonesia tercatat di nomor tiga, peringkat dunia Indonesia menduduki nomor lima bersama-sama negara Rwanda salah satu Negara yang ada di benua Afrika. Ada sebuah pemeo latin “mensana incorpore sano” yang terjemahannya “di dalam tubuh yang sehat terdapat akal yang sehat”, tapi pemeo tersebut akan mentah apabila kita hubungkan dengan keadaan yang ada di Indonesia, tubuh (fisik) pejabat pemerintah Indonesia gizinya tercukupi tapi akal, jiwanya sakit. Untuk mebnciptakan suatu pemrintahan yang baik, tergantung apakah Negara tersebut diperintah oleh akal dan hati nurani atau hanya Negara yang diperintah atas dasar nafsu belaka.

    Para pemimpin di Negara ini tidak pernah membawa kepentingan nasional, yang ada hanyalah kepntingan golongan dan pribadi. Sebut saja pejabat yang duduk di birokrasi pemerintahan dapat dipastikan adanya suatu penggolongan dalam penerimaan pegawai, belum lagi masalah kekuasaan, dapat dipastikan adanya sebuah kekuasaan haruslah kuat dan langgeng, terus dimana letak dialektika kekuasaan menuju pemerintahan yang profesional (kepentingan nasional).

    Pemerintah merupakan sebuah institusi yang memegang otoritas kebijakan yang diperuntukkan kepada masyarakat. Dua ratus juta angka yang menunjukkan jumlah penduduk Indonesia yang kebanyakan menjadi pengangguran padahal usianya sangat produktif (dampak sosial politis). Padahal dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33, bahwa Negara menjamin fakir,miskin, dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara?. sedangkan sekarang ini fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh teman-temannya.

    Dunia kerja sekarang ini terhegemoni oleh sistem kapitalisme global, para pekerja sekarang ini tidak mempunyai status yang jelas, tertindas. Tanpa adanya perlindungan dari kebijakan pemerintah dari pusat hingga daerah, karena sekarang ini status buruh di pabrik-pabrik besar hanyalah buruh kontrak. Sehingga pemilik modal lebih leluasa apabila ingin bersikap semena-mena terhadap buruh kontrak tersebut.

    Maka muncullah perbedaan kelas sosial dalam masyarakat yang didefinisikan Lenin kelas sosial dianggap sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Selama ini pemerintah tidak pernah memperhatikan kelas bawah (masyarakat,rakyat). Bahwa Negara secara hakiki merupakan Negara kelas, artinya Negara dikuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas- kelas yang menguasai bidang ekonomi. Kalau seperti itu kenyataannya adakah semacam rasa keadilan, hak hidup warga Negara kelas bawah? sebuah kenyataan.

    Dimulainya sistem dan aturan yang baru dalam pemilihan umum tahun 2004, adanya aturan pemilihan presiden dan wakilnya serta memilih calon anggota legislatif (DPR,DPRD I,II) yang transparan (lebih familiar) secara langsung umum bebas rahasia, dengan aturan baru tersebut dapat dimungkinkan terciptanya pemberdayaan masyarakat sipil dalam sebuah kontrak sosial. Kontrak yang dibuat antara penguasa dan rakyat hanyalah kontrak dalam hal ia menciptakan hak dan kewajiban resiprokal . Penduduk dalam asosiasi yang menetapkan penguasa yang berdaulatnya dan karenanya mereka yang menetapkan legislasi.

    Kontrak sosialnya berfungsi hanya jika setiap individu menyerahkan semua haknya, setiap kita memberi kontribusi pada personal institusi dan kekuasaan-kekuasaan yang ia miliki sebagai seorang personal dan kita menganggap setiap individu kepada badan politik membentuk bagian yang tidak dapat dilihat dari keseluruhan, seluruh individu bersama-sama menjadi badan moral kolektif, satu macam diri yang tersebar yang dalam keseluruhan merupakan kekuasaan berdaulat. Kedaulatan merupakan kebebasan sipil dan melalui kedaulatan moral akan dapat di ekspresikan. Kontrak sosial, juga merupakan sebuah abstraksi ; ia adalah konsep yang menjelaskan jenis asosiasi yang di dapat dalam Negara atau masyarakat sipil daripada kesepakatan khas apapun yang dibuat pada beberapa waktu dan tempat tertentu. Demikian penjelasan Jean Jacques Rosseau penuh semangat.

    Dengan demikian, kontrak sosial merupakan semacam semangat pola berpikir pembangunan tegaknya supremasi civil society. Sehingga dapat menciptakan pemimpin-pemimpin yang punya jiwa nurani, sosial, egaliter, serta populis mengikuti “kehendak rakyat”.

    Bagaimana sebuah Negara kesatuan republik Indonesia mempunyai pemimpin-pemimpin yang berakal, punya hati nurani, humanis, dan berfungsi sebagai manusia yang berwatak makhluk sosial. Mimpikah?.

    Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?. melestarikan budaya lama yang baik, mengikuti budaya baru yang lebih baik tanpa harus terhanyut.


    nur achmad fathoni

    alumni IAIN Sunan Ampel 2005

    Pengurus PC GP Ansor Gresik

    TRADISI NU

    Ritual Ber-Agama Islam Pribumi

    By : nur achmad fathoni

    Ber-agama merupakan sebuah kebutuhan bagi manusia, dan orang yang beragama pasti punya keinginan untuk melakukan pendekatan terhadap Tuhannnya (Allah). Jalan yang ditempuh dalam untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dan untuk itu itu biasanya dibutuhkan simbol, upacara, alat. Yang dilakukan dengan cara berpikir yang bersifat kebendaan (materialism).

    Indonesia dalam hal keagamaan cenderung lebih bersifat ritual-ritual yang bersifat upacara, simbolisasi, misal : memperingati mauludan, memperingati wafatnya orang-orang yang dimuliakan. Secara realitas sosial manusia-manusia yang dianggap suci (wali) tersebut memang merupakan sebuah kenyataan (realitas), bahwa selama hidup hubungan interaksi sosial bermasyarakatnya baik.

    Ritual keber-agama-an dalam hal upacara-upacara peringatan sudah demikian kuat akarnya. Islam datang ke Indonesia melalukan proses percampuran budaya yang mentradisi di masyarakat dengan kuat. Secara pelan dan halus menjadikan ajaran Islam bisa diterima di masyarakat.

    Tradisi ziarah kubur “padusan” istilah untuk orang Gresik dalam menyambut bulan suci Ramadhan, merupakan sebuah kejadian kausalitas antara manusia yang hidup dengan yang sudah meninggal. Dengan lahirnya kita di dunia yang fana + kebendaan ini merupakan sebab dari adanya kedua orang tua kita dan akibat dari dari hubungan suami istri yang di ridhoi Allah (Tuhan) serta direstui oleh KUA, sehingga terlahirnya bayi (kita) manusia, apapun alasannya bahwa berbakti kepada orang tua tidak hanya putus sampai orang tua kita meninggalkan alam dunia, supaya kita selalu ingat bahwa kita terlahir di dunia ini melalui kedua orang tua kita atas bantuan tangan-tangan tak terlihat (invisible hand) Allah (Tuhan) yang maha Esa.

    Tahlil merupakan salah satu upacara peringatan yang bersifat religi (sistem kepercayaan) yang dilakukan oleh sebagian besar mayoritas masyarakat muslim di Indonesia, pada awalnya merupakan sebuah acara peringatan untuk seorang yang meninggal dunia, yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat. Bahwa seorang tadi arwahnya kembali kerumahnya, maka di dalam kamarnya dipersiapkan makanan dan minuman yang menjadi kesukaannya dimasa hidup (sesajen), tapi oleh ajaran Islam (pasca tradisional) model peringatan “untuk” (almarhum/almarhumah) tadi dirubah menjadi upacara peringatan yang bersifat kumpulan bersama-sama (sosial) serta membaca bacaan-bacaan suci nan mulia yang biasa di sebut dengan tahlilan.

    Dalam dunia ide, penciptaan ide bacaan tahlil tersebut sangat rasional, jika dilihat dari makanan dan minuman yang tadinya hanya dipersembahkan untuk yang sifatnya sesajen belaka, telah diputar balikkan menjadi jamuan untuk orang-orang yang hidup dan ikut tahlilan, dalam hal kebutuhan perut para undangan “tujuh harinya” dan itu sangat rasional yang disesuaikan dengan kadar iman masing-masing orang.

    Realitas sosial dalam kehidupan masyarakat, kita membutuhkan hubungan timbal balik antara sesama makhluk sosial, ada yang memberi, pasti ada yang mau menerima dan itu wajar, dan tidak ada yang bersifat bid’ah, khurafat, ataupun yang menjadi turunannya, penilaian itu ada karena tidak yakin, serta lebih bersifat pada rendahnya tingkat kecermatan dan pemahaman terhadap rekayasa kebudayaan beragama.

    Konteks penafsiran otoritas untuk dinamika kehidupan sosial. Thawaf dalam ibadah haji yang merupakan salah satu rukun haji, dan wajib dijalankan oleh semua jama’ah haji. Itu merupakan sebuah tradisi ibadah yang diwariskan dari Nabi Ibrahim A.S (belum Islam), sampai pada masyarakat jahiliyah dengan ritual thawaf “telanjang bulat” tanpa sehelai kain, yang pada akhirnya muncullah sebutan kain ihrom. Dan ritual thawaf itu sendiri diatur dalam Al qur’an dan hadits dengan sangat rasional untuk umat Islam.

    Untuk realitas ritual-ritual agama yang bersifat abstrak tapi nyata, tergantung pada tingkat pemahaman seorang manusia untuk memahami keabstrakkan ajaran-ajaran agama yang dipelajari, dan disinilah masyarakat akan lebih rasional jika mereka pada umumnya memilih model beragama yang lebih gampang untuk dicerna dalam olah berpikir tingkat ke-rasionalan ajaran-ajaran Islam yang di tawarkan ditengah-tengah masyarakat umum.

    Kehidupan religius merupakan sebuah kenyataan dari sebuah agama didalam kehidupan manusia untuk dapat mengenal lebih dekat dengan Tuhannya melalui ritual-ritual yang bersifat rasional meyakinkan, sehingga menjadi kebutuhan kehidupan menjadi moralitas spiritual seorang manusia dalam menjalankan kehidupannya yang profan dan fana ini dalam fungsinya sebagai sebagai makhluk sosial, budaya, dan ber-tradisi.

    Sesuatu yang ideal ini dilandaskan pada syarat-syarat yang tak akan bisa diungkap hanya melalui pengamatan indrawi. Dia merupakan produk kehidupan sosial. Kalau masyarakat mampu menyadari dirinya sendiri dan dapat mempertahankan pemahaman akan dirinya pada titik intensitas (istiqomah) yang sesuai. Tidak dapat tidak, masyarakat harus berbentuk gabungan, kumpulan dan terpusat. Menjadikan sebuah organisasi yang koordinatif dengan satu komando satu tujuan mempertahankan Islam ala Indonesia yang dipertahankan sampai hari ini bahkan sampai hari kiamat tiba, oleh salah satu ormas Islam tradisional terbesar (NU), sesuai dengan survey yang pernah dilakukan oleh LSI (lembaga survey Indonesia) yang Direktur lembaga tersebut bernama : Deni. J.A, bahwa penduduk Indonesia yang mengaku sebagai orang Islam sesuai model diatas sebanyak 65 % dari seluruh jumlah penduduk di seluruh Indonesia.

    Bahwa hidup matinya suatu ideologi, tergantung kepada berhasil tidaknya da’wah yang diusahakan oleh pendukung ideologi itu sendiri. Ritual ideologi model upacara-upacara, simbol-simbol, maupun alat-alat yang paling kena untuk menda’wahkan Agama Islam adalah ritual model upacara-upacara, simbol-simbol, maupun alat-alat yang dapat menembus atau melayani perasaan masyarakat (manusia).

    Semoga Agama Islam Indonesia bisa bertahan walau goncangan budaya globalisasi kapitalis telah mem-polusi masyarakat beragama, walaupun pergeseran-pergeseran akibat “polusi” yang telah terjadi, semoga harapan-harapan masih ada dan tidak hanya tinggal harapan belaka, karena Agama Islam Indonesia adalah warisan dari Nabi Muhammad yang di wariskan kepada para kyai-kyai, ulama’-ulama’. Termasuk ulama’ yang ada di Indonesia.

    Wallahu a’lam bi showab.

    Anggota IKASA

    IAIN Sunan Ampel Surabaya 2005

    Pengurus PC GP ANSOR Gresik

    29 April 2008

    KEBIJAKAN KARBIT-AN

    FATWA [kebijakan] SIMALAKAMA BUAT AHMADIYAH

    By : Achmad Fathoni

    Gejala kekerasan (violence), kebiadaban (barbarity), kekejaman (cruelty), dan segala bentuk tindakan yang melampaui batas kemanusiaan (inhumanity) yang muncul dalam kehidupan umat manusia, pada hakikatnya telah tua, setua perjalanan panjang sejarah manusia itu sendiri.

    Tawuran antar masyarakat beragama yang mengatasnamakan keyakinan beragama berawal dari fatwa-fatwanya para ustadz-ustadz (MUI), yang pada akhirnya di adopsi oleh para ustadz-ustadz yang ada di ormas-ormas pembela Islam. Yang jadi pertanyaan, apakah selama diskusi di lembaga MUI, para ulama-ulama, ustadz-ustadz tidak menjadikan pancasila dan UUD 1945 (pasal 29 ayat 1 dan 2) menjadi salah satu bahan rujukan mereka?.

    Idealnya harus ada diskusi dengan suasana penuh keakraban, keterbukaan, kekeluargaan, sukacita, dan cinta antar masyarakat. Prilaku dan kepribadian para pemimpin (pejabat) yang dalam setengah abad ini kurang dapat dijadikan panutan para masyarakat jelata, meski telah beberapa kali adanya proses demokrasi (pemilu). Karena segala sesuatu yang diatas selalu tercermin ke bawah. Padahal kanjeng Nabi sudah pernah mencontohkan ketika diskusi dengan orang beda keyakinan, dengan berkata “Bagimu keyakinanmu dan Bagiku keyakinanku”. Setelah diskusi tersebut maka selesailah persoalan tentang keyakinan tanpa harus ada acara bakar-membakar masjid.

    Ironis memang, umat manusia yang telah mengalami perjalanan mencapai peradaban tinggi seperti yang kita saksikan pada masa sekarang ini, kenyataannya masih tetap bergumul menghadapi gejala kekerasan yang mengancam perdamaian dan keamanan kehidupannya. Secara umum telah dikemukakan bahwa kekerasan sebagai tragedi kehidupan yang selalu menampakkan sifat dan sikapnya hampir disepanjang sejarah umat manusia.

    Pencapaian titik jenuh masyarakat setelah proses menonton unsur-unsur ketimpangan, ketidakadilan, kecurangan, KKN, teror, pemaksaan, represi, dan seterusnya. Jika ada unsur-unsur itu berarti ada yang menjadi korban atau sengaja dikorbankan. Yang jelas akibat-akibatnya nyata dialami oleh sebagian besar masyarakat kelas bawah. Dalam kenyataan situasi sekarang ini, kita tidak mudah menemukan pelaku atau penyebab kekerasan demi kekerasan yang terjadi.

    Kehidupan ekonomi sulit menjepit dalam sebuah ruang sempit yang mencekik rasa dan jiwa kemanusiaan. Padahal kalau digali lagi melalui perpustakaan (berpikir), maka akan kenalan dengan Johan Galtung penulis buku kekuasaan dan kekerasan. Kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi potensialnya. Suatu pernyataan mencerahkan yang membutuhkan definisi lebih lanjut, kemudian bisa disimpulkan secara langsung atau tidak langsung, direncanakan atau tidak terencana. Akan tetapi semua itu jelas sebuah kalimat tentang kekerasan.

    Sebuah negara yang telah menelantarkan (amnesia) terhadap rakyatnya sehingga banyak menderita kelaparan (busung lapar) sampai mati. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, penyalahgunaan dana dan sumber daya lain demi segelintir pejabat, semuanya itu merupakan bagian dari kekerasan. Hanya dengan usaha untuk mencari sumber kekerasan pada pelaku atau aktor saja kurang cukup, harus ditindaklanjuti dengan merogoh serta mengobok-obok sistem atau struktur yang memang selama ini menjadi pelatuk atau sumber hingga mengakibatkan kondisi masyarakat sangat gampang tersinggung bertindak kekerasan.

    Melihat fenomena yang terjadi bukan merupakan murni persinggungan antar masyarakat, akan tetapi ada tangan-tangan “bijak” para pemimpin (pejabat) yang selama ini kurang disadarinya dan Selama itu pula masyarakat kita menonton, memperhatikan serta merasakannya. Jadi semua kejadian akhir-akhir ini bermuara di elit-elit pejabat eksekutif, pejabat yudikatif, dan pejabat legislatif, yang dalam rentang waktu selama menjabat untuk menjadi pengelola dan pengatur. Semua kebijakan-kebijakan selama ini dikeluarkan demi kesejahteraan serta keadilan yang merata bagi masyarakat?

    Maka dari itu kita butuh perjuangan kolektif yang dimulai dari elit masyarakat (pejabat), sampai masyarakat jelata untuk bersama melawan kekerasan, yang berarti berjuang bagi terciptanya masyarakat yang adil, manusiawi, dan solider. Untuk itu struktur yang jelek dan korup harus dibongkar, proses tersebut tidak mudah, namun perjuangan ke arah sana harus jadi langkah prioritas seluruh elemen-elemen pada tingkat elit (pejabat) masyarakat. Khususnya yang paling mendasar adalah struktur yang menyangkut bidang perekonomian.

    Kalau tidak, kita akan hidup dalam suasana kekerasan terus-menerus. Mematahkan lingkaran kekerasan dan mengubah struktur kekerasan berarti membangun kultur positif dalam masyarakat yang keras, kita membutuhkan budaya baru yang ditandai dengan aksi tanpa kekerasan, kejujuran, bela rasa, sopan santun, dan hormat pada kehidupan. Perjuangan bagi keadilan, kebebasan, martabat kemanusiaan berarti perjuangan bagi seluruh masyarakat bangsa ini agar terbebas dari segala bentuk-bentuk kekerasan, mudah-mudahan.

    Wallahu a’lam bi showab.

    06 March 2008

    NU POLITIK, POLITIK NU

    Pedoman Berpolitik Warga NU


    Melihat kenyataan bahwa Khittah NU hasil Muktamar NU XVII di Situbondo mengalami banyak hambatan dalam pemasyarakatannya, akibat semangat berpolitik praktis warga NU yang tidak dibarengi dengan pemahaman yang utuh tentang politik dan jati diri NU sendiri, maka Muktamar NU XVIII di Krapyak Yogyakarta tahun 1989 memutuskan Pedoman Berpolitik Warga NU yang terdiri atas 9 butir:

    1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;

    2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat;

    3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;

    4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;

    5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;

    6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;

    7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;

    8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;

    9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.

    Sembilan butir Pedoman Berpolitik yang begitu indah, ternyata bernasib hampir sama dengan sembilan butir Khitthah NU. Meskipun dari pihak pihak di luar NU kedua keputusan dari dua Muktamar NU itu mendapatkan sambutan dan sanjungan luar biasa, ternyata di kalangan NU sendiri,sekedarmembacanya saja, seolah-olah enggan dan malas.

    Akibatnya, kelakuan politik warga NU yang terjun di politik pun tak bisa dibedakan dari yang lain. Seperti kelakuan politik mereka yang tidak memiliki pedoman. Sama seperti sikap dan perilaku umumnya warga NU yang tak bisa dibedakan dari yang lain. Seperti sikap dan perilaku mereka yang tidak memiliki Khitthah.

    Cobalah singkirkan sebentar saja nafsu dan urusan kepentingan sesaat yang sedang mengkabuti pikiran dan simaklah butir-butir pedoman politik tersebut dengan tenang, pastilah Anda akan melihat betapa mulianya. Atau sekedar baca sajalah seperti membaca koran, insya Allah indahnya pedoman itu akan tampak.

    Kalau awam NU —yang melek huruf sekalipun— tidak membacanya, masih bisa dimaklumi; karena mungkin mereka belum terbiasa dengan budaya baca atau tidak tertarik dengan persoalan politik. Tapi ‘elite NU’ yang sangat bersemangat berpolitik kok tidak membaca pedomannya sendiri — sama dengan ‘elite NU’ yang berjalan tidak di atas Khitthahnya— sungguh tak bisa dimengerti. Jangan-jangan mereka pun sebenarnya awam tentang NU atau awam tentang politik, atau awam tentang keduanya. Atau memang kepentingan dunia terlalu perkasa untuk dilawan? Semoga Allah merahmati dan memberi hidayah kepada kita.

    ISLAM BUKAN PEMARAH

    SEBUAH PERADABAN PERALIHAN ISLAMISASI NAN DAMAI

    (BUKAN ISLAM MILITER)

    Sejarah peradaban Islam, diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan peradaban Islam dalam perspektif sejarahnya.

    Berawal dari tersentuhnya masyarakat jahiliyah, yang berada dikawasan Timur Tengah Jazirah Arab. Maka karena semua peradaban yang lebih dulu eksis dikawasan belahan lain misalnya, peradaban Romawi, peradaban Persia, peradaban Bizantium. Akan tetapi bagi seorang Nabi Muhammad, justru peradaban masyarakat jahiliyah tersebut disentuh oleh Nabi, dengan sentuhan halus proses akhlaqisasi (Islam) hingga memunculkan istilah peradaban Islam dalam bukunya (Benturan antar Peradaban) Samuel P. Huntington.

    Masa proses perkembangan peradaban Islam di Jazirah Arab zaman jahiliyah, dengan perjalanan serta penyebaran yang sampai meluas ke berbagai benua, diawali Asia terus menyeberang melalui laut Merah menuju benua hitam (Afrika), terus melangkah maju melewati selat Jabal Thoriq (Gibraltar), melalui Spanyol menuju benua Eropa. Untuk membangun nilai-nilai peradaban Islam.

    Perkembangan peradaban Islam diberbagai tempat didunia. Peradaban Islam Timur tengah, peradaban Islam Asia, dan peradaban Islam Spanyol (Cordoba). Perkembangan dan kemajuan serta pertumbuhan peradaban Islam yang didasari oleh, olah maupun pola berfikir (intelektual) sedikit lebih maju dari masyarakat Islam. Sehingga dapat mempengaruhi cara berfikir (pencerahan) terhadap peradaban (negara) lain.

    Demi pengembangan disiplin keilmuan untuk pembangunan pengetahuan adalah kekuatan ditengah arus globalisasi peradaban dan universalisasi nilai-nilai, adalah suatu keharusan bila sejarawan menyumbangkan ilmunya kepada bangsanya dalam usaha mengenal diri sendiri agar supaya rekayasa masa depan tetap berpijak pada jati diri bangsa. Dalam kaitan inilah sejarah peradaban mempunyai peranan yang penting, karena hanya dengan melihat ke masa lalu, kita akan dapat membangun masa depan yang lebih baik. Selebihnya, sejarah juga menawarkan cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga tidak akan terjebak pada archaisme dan anakronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang terbentuk di masa lampau sejarah kita.

    Peradaban, sebuah peran kehidupan manusia yang lebih menekankan pada aspek ekspresi akhlaqisasi yang telah teratur serta terstruktur, punya model, maupun berwujud nyata melalui kecerdasan nalar dengan sifat religinya.

    Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.

    Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.

    Karena gerak perkembangan masyarakat banyak dipengaruhi oleh peran-peran dari sebuah sistem kedudukan dengan fungsi dan penyesuaian diri, dari suatu proses sejarah.

    Proses peradaban dagang di Gresik

    Proses peradaban Islam yang dilakukan oleh beliau-beliau tersebut adalah melalui proses dagang dengan penduduk asli Gresik ketika itu. Kedua pejuang muslimah dan muslim tersebut datang dengan kapal-kapal dagangnya yang besar dengan membawa barang dagangannya untuk ditawarkan dengan cara-cara ajaran Islam.

    Meskipun proses Islamisasi di kota Santri masih penuh tantangan perjuangan, akan tetapi semuanya itu demi terwujudnya akhlaq rachmatan lil alamin (Gresik). Bagi para pemimpin (pedagang) seperti Fatimah binti Maimun maupun Syech Maulana Malik Ibrahim, kata perjuangan untuk tegaknya agama Islam. Merupakan harga mati untuk memperjuangkannya dengan di iringi oleh prinsip-prinsip pengertian dan pemahaman terhadap budaya masyarakat Gresik pada waktu itu.

    Berperan sebagai pedagang, menyebarkan Agama Islam sambil berdagang agar tidak terlalu kelihatan vulgar dan agar orang Gresik tidak menjadi kaget, menjadikan Syech Maulana Malik Ibrahim diberi wewenang sebagai “subandar ing Gersik” (syahbandar di Gresik), serta di perbolehkan menyebarkan Agama Islam kepada orang di Gresik yang bersedia masuk Islam.

    Seorang ulama’ pedagang, pejuang dalam proses penyesuaian bagi perkembangan peradaban Islam di pulau Jawa secara umum dan di Gresik secara khusus, perjuangan memang penuh dengan tantangan, hambatan, dan kesadaran waktu (rahmat Tuhan).

    Syech maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai ulama’ ahli pengobatan selain pedagang, dan banyak memberikan pertolongan kepada penduduk sekitar apabila ada yang sakit. Keahliannya yang lain adalah ahli dalam bidang strategi politik untuk misi akhlaqisasi (Islam) elite politik kerajaan Majapahit yang pada waktu itu di pimpin oleh rezim penguasa yang bernama Wikrama Wardhana (1369 – 1428 Masehi).

    Itulah proses akhlaqisasi di salah satu pulau nusantara, Jawa pada zaman itu sudah terjadi interaksi sosial yang bersifat global, dan bahwa juga masyarakat Gresik telah mengenal pedagang-pedagang Islam yang penuh dengan sifat sopan santun dan akhlaq yang mulia. Sehingga menimbulkan rasa simpati dari penduduk sekitar dan disitulah sebuah proses akhlaqisasi bukan Islamisasi yang kita kenal selama ini, melestarikan budaya lama yang baik, mengikuti budaya baru yang lebih baik tanpa harus terhanyut, Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?

    Wallahu a’lam bi shawab.

    nur achmad fathoni

    Anggota IKASA IAIN Sunan Ampel 2005

    HIDUP HARUS SABAR

    Bulan romadlon dan idul fitri kita bisa bagaimana dengan bulan lain

    Romadlon cermin menuju hidup fitrah (sadar). Ahlan Wa sahlan hari kemenangan (idul fitri). Bulan suci Romadlon baru saja kita perjuangkan bersama-sama menahan cermin diri kita dalam dua gerbang yaitu kelakuan baik maupun kelakuan buruk, di dalam satu bulan suci penuh kita semua bisa menonjolkan niat yang baik-baik dalam tindakan.

    Satu bulan (puasa) penuh kita bisa menampilkan dalam pemenuhan sebagai makhluk (sosial) sempurna Tuhan yang biasa disebut manusia. Nilai luhur semacam penampilan kejadian di dalam bulan yang disebut Romadlon itulah yang kadang kita sebagai manusia biasa, kurang bisa menampilkan selama setelah bulan Romadlon berlalu begitu saja. Seolah atau memang manusia seperti kita ini diberi (punya) nikmat berupa sifat ingat dan sifat lupa.

    Selain makhluk sosial para manusia juga biasa menerima sebutan makhluk individu. Yang pada akhirnya mendapat layak juga disebut makhluk duniawi, sebagai salah satu makhluk hidup planet bumi, pastilah akan saling berinteraksi satu sama lain dan sangat mungkin kita tidak bisa untuk menghindarinya, walau dengan macam rasa (egois) atau halalkan cara apapun.

    Bagi mereka yang tidak atau mengikuti perkembangan alam pikiran individu, memang terasa janggal rasa bila membaca buku-buku yang antara lain dalamnya termaktub kalimat-kalimat yang seakan-akan atau memang dengan sengaja meniadakan, mengejek, atau mengingkari adanya Tuhan. Perkataan janggal adalah terlampau lunak untuk itu. Sebaiknya perkataan itu diganti dengan marah, dan ini adalah soal yang gampang dimaklumi. Diktator kebiasaan yang turun-temurun itu memang menghendaki agar semua dapat terangkum dalam kekuasaannya. Tapi sebagaimana juga dalam segala macam ketertiban kemasyarakatan, maka dalam hal ini pun ada brandal-brandal yang menentang kediktatoran kebiasaan. Dan sepanjang sejarah mereka ini adalah perintis jalan baru atau dia adalah kedua-keduanya sekaligus.

    Apa mungkin karena bentuk planet bumi ini bulat (telur), sehingga apapun pemikiran maupun tindakan manusia selalu ikut berputar seperti tempat pijakannya (bumi). Sehingga selalu, ada lupa, ada ingat, ada baik, ada buruk, ada muda, ada tua, ada susah, adapula senang, namun demikian semua kehidupan makhluk (manusia) sangat perlu adanya sikap seimbang (sifat tengah).

    Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kestatisan kepercayaan, maka Tuhan seakan-akan mendapat tempat dua macam dalam jiwa manusia. Tuhan disatu tempat adalah Tuhan yang dikehendaki agar diurai, dipahami.

    Jadi kita mengenal Tuhan di dua tempat, yang harus dipercayai dan yang harus dipahami. Yang pertama adalah akibat atau hendaknya sebagai akibat dari yang kedua. Bila yang ada pada seseorang hanya yang pertama belaka, ini tidaklah mengherankan. Ini adalah suatu soal tukang sulap yang mana seluruh jawaban sudah sedia. Yang kedua adalah soal pencarian, pengertian, perjuangan jiwa, tak ubahnya dengan seseorang yang dengan tekunnya mencari unsur-unsur baru yang belum pernah didapatkan orang, untuk kelangsungan sejarah kemanusiaan. Kebimbangan atau kesangsian yang sehat adalah lebih baik daripada kepercayaan atau keyakinan yang buta, dan hanya baik bagi golongan yang kehilangan akalnya.

    Keberanian menghadapi yang baru sangat diperlukan dalam masa perubahan, keberanian yang terbit dari hati yang jujur. Juga keberanian mengkaji azaz-azaz pemikiran yang sesungguhnya jadi jalan untuk mengerti, memahami. Dengan tiada keberanian ini, jalan ke arah penindasan hak-hak asasi terbuka luas-luas.

    Tentu saja perintisan jalan kearah keinsyafan baru itu membutuhkan tunjangan dari keberanian yang berpangkal pada kejujuran, dan kejujuran yang disebabkan karena pemilikan pribadi sendiri kembali.

    Sifat kasih sayang serta saling mencintai sesama kehidupan, melakukan interaksi sosial. Suasana fitrah (sadar) manusia bisa disebut makhluk sempurna, apabila di hari nan fitri kita semua bisa menciptakan suasana saling berbagi cinta serta kasih sayang dalam upaya bersih hati para manusia. Yang dalam satu bulan penuh Tuhan maha pengasih dan maha penyayang memberikan ruang serta waktu interaksi kehidupan untuk saling berma’af-ma’afan, minal aidin wal faidzin, mohon ma’af lahir dan batin untuk menuju halal bi halal sehingga terciptalah cita-cita Islam Rahmatan lil alamin.

    achmad fathoni

    Alumni IAIN Sunan Ampel Surabaya 2005

    Tempat Download Gratis

     

    Eson Grisee Copyright © 2009 Community is Designed by Bie