15 July 2007

    PETROKIMIA & MERCON KEMATIAN

    MENUNGGU KEMATIAN DISEBUAH KOTA

    Ledakan, identik dengan bom, mercon, rudal. Suara-suara yang keras memekakkan telinga normal, itu terjadi sekitar pukul 15,30. Terdengarlah suara ledakan dahsyat yang berasal dari sebuah pabrik petro widada, yang memproduksi bahan-bahan yang mudah terbakar serta mengandung banyak unsur-unsur kimiawi yang senyawa dan mempunyai akibat, dapat melayangkan nyawa manusia.

    Terdengarlah suara-suara khawatir manusia yang ikut membumbung ke udara bersama-sama dengan asap akibat ledakan sebuah pabrik petro widada. Juga disertai ledakan tangis dari keluarga korban, disertai kecemasan penduduk kelurahan Tlogo pojok, kelurahan Meduran, kelurahan Roomo, kelurahan Yoso wilangun, penduduk perumahan Gresik kota baru (GKB), yang ke semuanya mengambil sikap keluar rumah masing-masing. Meski hanya mengintip dari balik asap hitam pekat, meneropong tembus di tempat pusat kejadian.

    Asap hitam pekat yang terlihat seperti hantu kematian bagi warga Gresik, yang meng-angkasa mengandung banyak zat kimia yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup makhluk-makhluk hidup. Yang dikeluarkan oleh terbakarnya pabrik petro widada yang sistem keamanannya di pantau melalui sistem komputerisasi?. Se-berapa jauh pemantauan badan pemerintah yang menganalisis mengenai dampak lingkungan yang polusinya selama ini di keluarkan oleh pabrik petrokimia cs. Jika berhadapan dengan rupiah-rupiah yang sexy, menarik nafsu syahwat manusia-manusia “normal”.

    Mendadak suasana perbincangan masyarakat Gresik, dengan budaya cangkruk di warung-warung kopi. Secara alami membentuk forum di warkop-warkop dengan judul meledaknya pabrik petro widada, yang tidak hanya meledakkan suasana masyarakat sekitar pabrik. Tapi juga suasana seluruh masyarakat Gresik, mendadak sontak membicarakan ledakan, kebakaran, secara sadar atau tidak mereka tergiring oleh keadaan yang menggiringnya, kelihatan seperti diskusi-diskusi para aktivis-aktivis mahasiswa yang kritis, hampir mirip dengan para pakar yang berkoar-koar menerangkan dengan sangat rigid (detail), dan kelihatan lebih pintar sehingga menguasi alur pembicaraan. Maklum disitu ada beberapa orang pegawai petro widada, yang tak tahu lagi nasib hidup masa depannya.

    Berbeda dengan keadaan para korban yang mengerang, meraung-raung kesakittan dan diiringi raungan mobil ambulance yang membawanya ke beberapa rumah sakit. Rumah sakit petro, rumah sakit semen yang keduanya berada di Gresik, dan yang terakhir rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya. Dengan penuh siaga dan sigap tanpa menunggu perintah prosedur birokrasi rumah sakit di Indonesia yang sangat terkenal itu, keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat pada waktu itu, selanjutnya terserah anda. Dan yang muncul adalah insting kemanusiaan, petugas-petugas rumah sakit berfungsi sebagai makhluk sosial (akankah sementara waktu) ?.

    Standarisasi, demikian celetuk seorang mantan pekerja proyek pembangunan pabrik-pabrik yang telah melalang berpetualang dari proyek ke proyek. Mental korupsi dalam pembangunan proyek pabrik-pabrik, yang tanpa peduli dengan lingkungan yang ada di sekitar pabrik. Munculnya peristiwa meledaknya petro widada, entah siapa lagi berikutnya yang akan mengikuti jejak langkah petro widada, karena masih ada tetangga-tetangganya yang kemungkinan pembangunannnya berdasarkan dan berlandaskan pada azas mental korupsi-isme. Bagi pimpinan-pimpinan proyek pabrik mungkin tak pernah memperhitungkan lingkungan sekitar, bahkan mungkin mereka mengatakan “bulshit” dengan standarisasi, lingkungan sekitar, makhluk hidup, sikap social. yang penting dapat Iso 9001, 14000 atau angka-angka yang mirip dengan togel. Itukah proyek?.

    Pengakuan yang selalu merugi tanpa sebab yang jelas, selalu dilontarkan dari mulut manis pemilik pabrik kepada para buruh, akan terasa kecut-pahit dalam pendengaran telinga para buruh, inikah pilihan hidup. Bagaimanakah peran depnaker, sikap apa yang akan diambil. Sampai hari ini pemilik modal selalu jadi nomer satu dan selalu di menangkan dalam kasus apapun dengan pihak buruh, meminjam istilah Karl marx, bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, sampai kapan negara ini di kuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang menguasai bidang ekonomi. Apakah itu embrio virus KKN yang sudah sangat akut menghinggapi tubuh-tubuh “kebal” pemimpin negeri ini.

    Imbasnya kepada rakyat yang sangat awam dan itu merupakan gambaran riil rakyat negeri ini. Penduduk sekitar pabrik yang mengalami shock terapi, dan yang paling utama trauma yang dialami anak-anak kecil, balita yang kesemuanya dapat dipastikan akibat dari bunyi ledakan yang mengeluarkan asap polusi. Dengan se-enaknya dan penuh kenikmatan duniawi pemilik pabrik dapat asuransi, sudah dipastikan akan dapat membangun pabriknya kembali. Bahkan dalam waktu paling lama tiga bulan pabrik tersebut bisa berdiri lagi dengan congkaknya. Rugikah?. Lantas bagaimana sikap pihak-pihak pemerintahan yang terkait, LSM-LSM diamkah?. Sampai hari ini imbas polusinya saja tidak ada kompensasi yang sejelas-jelasnya kepada masyakat Gresik dengan pihak pabrik petrokimia CS. Adakah unsur-unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme masuk wilayah tersebut. Gresik kota yang rawan akan hantu polusi dan itu akan terus menghantui masyarakat Gresik, sampai kapan ? .

    Wahai rakyat bersiap-siaplah kalian, menjadi yang menderita, kesakitan, atau bahkan kematian. Tahu-tahu meledak, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sampai hari ini bencana-bencana tersebut selalu berpihak kepada rakyat, berbeda dengan pemimpin kita yang selalu meng-atasnamakan rakyat (hanya atas nama). Dimana letak kontrak sosialnya antara rakyat dengan pemimpinnya, adakah?. mungkin kita butuh semacam atau bahkan lebih dari kata yang di kumandangkan seorang Wiji Thukul yang mengatakan “hanya satu kata lawan”. Tapi bagaimanakah cara tercepat dan tepat?.

    Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?.

    achmad fathoni

    Gresik/ Grisee






    FILM dan SENI CIUMAN

    KETIKA PORNOGRAFI SERTA PORNOAKSI DISERAHKAN PEMERINTAH LANTAS DIMANA PERAN MASYARAKAT

    Dalam hal ini saya mencoba memandang peran pornografi dan pornoaksi dalam komunitas seni peran juga dalam hal ini film “Buruan Cium Gue” yang sudah lama tayang. Dan banyak film tersebut banyak mengalami pro-kontra.

    Film merupakan sebuah karya seni, yang didalamnya juga terdapat berbagai macam jenis seni-seni yang lain, seni film lebih menonjol pada visualisasi gerakan para aktor maupun aktris dalam berakting di depan kamera. Setelah membaca peran yang akan dijalankan serta penyesuaian dengan skenario yang telah diatur oleh sutradara. Para pemeran, memerankan apa yang diperankan dalam skenario sebuah cerita film dengan olah peran penuh ekspresi yang meyakinkan para penonton.

    Di dalam alur cerita film, para aktor maupun aktrisnya akan mengikuti pada teks skenario yang disodorkan oleh sang sutradara dan sesuai dengan tema maupun judul dari film yang diputar. Dalam sebuah film terdapat banyak sisi-sisi kesenian nyata, yang semua sisinya mengandung estetika manifestasi seni. Seni memang indah serta enjoy, enak bahkan sejuk dilihat, tapi tidak menutup kemungkinan sifat seni yang liberal, dapat mengesampingkan etika atau moral seniman. Oleh sebab itu keindahan seni yang diciptakan para seniman harus equilibrium (seimbang) dengan moral atau etika para pekerja seni.

    Visual memang penuh warna-warni pemandangan nan indah, siapapun orangnya, baik itu orang kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, orang kota maupun desa akan merasa senang dibuatnya (universal). Apakah mereka melihat film, sinetron, maupun acara-acara yang setiap hari di suguhkan di layar kaca televisi merk apapun tetap kelihatan indah. Indera melihat merupakan salah satu alat yang secara “sadar“ akan tersambung dengan otak (akal/hati nurani), dan pastilah orang tersebut berpendapat mengenai apa-apa saja yang telah dilihatnya, terlepas itu benar atau salah.

    Di[me]lihat mulai dari sisi kiri merambat ke kanan, di sebuah gedung bioskop yang terdapat barisan gambar film, sejenak penglihatanku terhenti pada sebuah gambar dengan judul film yang bersifat provokatif-aktif yaitu : “Buruan Cium Gue“ (berbau Betawi). Sebuah kalimat yang menunjukkan sikap maupun tindakan yang tergesa-gesa (reaksioner). Telah mendapatkan berbagai komentar yang pro maupun yang kontra dalam konteks sebuah tontonan film, yang katanya tidak sesuai dengan identitas bangsa yang menganut budaya timur, peduli timur atau barat itu hanya perdebatan sebuah arah kompas penunjuk arah. Dan bukan kebenaran sebuah penafsiran tentang judul film.

    Adegan maupun judul film “Buruan Cium Gue“, menjurus pada pornografi serta porno aksi. Kita sebagai masyarakat agamis dengan identitas budaya timur selalu bertolak belakang dengan budaya western (barat), padahal sebenarnya dasar kita semua adalah manusia yang paling tahu dengan ukuran-ukuran akhlaq pribadinya masing-masing melalui kesempurnaan “seekor“ makhluk sosial yang diciptakan oleh Dzat yang maha sempurna. Tapi sejauh mana terbentuknya perilaku sosial bermasyarakat kita yang masih “liberal“ menuju manusia batas (teratur).

    Sebenarnya selama ini, kita semua sudah sadar dan tahu sampai sejauh mana batasan-batasan pornografi maupun porno aksi dalam adegan sebuah film, kita hanya mengingat serta intropeksi diri saja. Apa karena film tersebut diproduksi oleh anak bangsa sendiri (produk lokal), lantas kita mampu mengeluarkan kata-kata sumbang “ingat kita ini bangsa timur yang punya budaya khas ketimuran“, apa lain jika film yang ditayangkan adalah film-film barat yang sudah dari dulu diputar dan sejak dulu pula mereka menganut sistem kebebasan teratur (ada batas). Apapun adegan yang selama ini dipertontonkan film-film barat, timbul kesan biarkan saja mereka berakting pelukan, cium-ciuman, memakai pakaian bikini ataupun adegan ngobrol yang berbau bantal, guling serta kasur diatas ranjang. Terus dimana para tokoh, pejabat masyarakat kita selama ini, apa sih bedanya adegan ciuman yang dilakukan oleh para pemain holywood atau bolywood, dibandingkan dengan para pemain lokal nasional kita.

    Berlogikalah dengan hati nuranimu, jangan cepat terprovokasi hanya karena judul dan adegan sebuah film saja, marilah kita bersama-sama menengok serta fokus untuk melihat sejenak, baik yang pro maupun yang kontra. Sekarang kita berhenti bersama di pusat elektronik Glodok, masih adakah transaksi jual-beli vcd porno?, setelah itu mari kita dengar bersama-sama komentar masyarakat remaja (anak baru gede) tentang adegan cium-mencium, yang banyak diantara mereka berkomentar bahwa ciuman itu menunjukkan arti sebuah saling cinta maupun rasa kasih sayang (bagi yang berpacaran), kita teruskan perjalanan bersama menuju ke sebuah toko buku, kemudian carilah buku yang telah best seller dengan judul “Jakarta undercover“, yang ditulis oleh mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah yang bernama : Muammar Emka, melalui jurnalisme investigasi.

    Bahwa sebenarnya, asumsi-asumsi masyarakat bagian kontra tentang film “Buruan Cium Gue“, merupakan daya upaya pendapat seruan moral (etika), dan juga cermin ketidak adilan yang begitu saja secara langsung melakukan pressure bahkan vonis, bahwa film tersebut termasuk dalam kategori film porno yang dapat merusak moral generasi muda. Padahal di sisi lain, para manusia penentu policy (kebijakan) serta penggodok undang-undang di gedung parlemen sudah melakukan akting bersama para “penjaba[ha]t“, untuk adegan film korup grafi serta korup aksi. Yang selama ini hanya ditonton saja oleh mereka-mereka yang sekarang lagi memprotes film “Buruan Cium Gue“, padahal akting serta adegan digedung maupun lembaga-lembaga negara judulnya “ Buruan Cegah Gue kalau berani“. Bahkan sampai hari ini film tersebut masih diputar dan terus berputar.

    Maka dari itu, marilah kita semua bersama-sama belajar melihat dari berbagai sisi-sisi persoalan hidup. jangan sampai terjebak pada pandangan kacamata kuda. Kita pelajari satu-persatu setelah itu marilah kita merenung bersama tentang berbagai hal dan persoalan melalui kesadaran pribadi, setelah itu kita jawab dengan logika hati nurani yang bersih dan jernih.

    Achmad Fathoni
    alumni IAIN SUPEL SURABAYA

    OTAK kecil MANUSIA


    Bangsa coklat “vanilla”


    Di jalanan, dari jauh terlihat seorang penjual es krim. Seorang anak kecil seumur taman kanak-kanak berjenis kelamin laki-laki, setelah memanggil si tukang es krim. Muncul bayangan melintas diatas kepalanya berbagai macam rasa es krim, tapi rasa yang dia rasakan Cuma satu rasa coklat vanilla. Lantas dia pun merengek-rengek seraya mengucap pada ibunya ; bu belikan es krim rasa coklat vanilla, kelihatan enak ya bu disertai tetesan air liur tergiur, dengan penuh sigap dan cekatan sang ibu membersihkan liur sang anak dengan sapu tangan warna “merah putih”.

    Berputarnya kehidupan sesuai dengan putaran bulat telur bumi kita. Dinamika, warna-warni hasil putaran pikiran, imajinasi kemanusiaan dimulai dari bangunan waktu sadar, setelah melampaui waktu normal bawah sadar atas rekomendasi maupun himbauan pakar kesehatan. Hingga memunculkan “hi-tech” atau tekhnologi tinggi asal-usul berhasilnya nalar imajinatis makhluk yang bernama manusia. Berkat tekhnologi tinggi kita yang di Indonesia bisa komunikasi dengan berbagai macam jenis peradaban manusia dari belahan bumi manapun dengan istilah yang popular disebut internet.

    Zaman sudah berubah Mbah, sekarang situasinya sudah global Mbah, kata si anak-anak zaman; kepada Mbah sepuh. Ikutan zaman, memang zamannya sudah antik dan edan, ”kalau tidak ikutan antik serta edan tidak bakal dapat jatah“. Manusia-manusia pintar, cerdik cendikia mengatakan, bahwa kita hidup harus rasional bersandarkan pada akal atau kalau kata bapak menteri pendidikan Indonesia; bahwa materi yang kita ujikan pada ujian nasional kita adalah melatih kepintaran otak anak bangsa kita terhadap pentingnya tekhnologi tinggi.

    Ketika pembentukan kualitas manusia tidak berdasarkan dan bersandarkan pada prinsip keyakinan kepribadian bangsa. Selama ini pembentukan kualitas manusia lebih fokus pada rasionalitas akal pengetahuan, padahal selama ini akal pengetahuan selalu punya dua sisi aliran yaitu ; aliran akal positif dan aliran akal negatif, sehingga otak manusia pun mencari-cari kesempatan dalam kesempitan akal-akalan canggih. Maka yang terjadi bentuk otak anak-anak bangsa adalah hanya dengan cara pandang saja kelihatan tingginya dan canggihnya otak, dengan sendirinya secara pelan tapi spontan prosesi pada salah satu anggota badan berlangsung sedikit demi sedikit mengeras, kemudian di dengar oleh “mas viktor” (pikiran kotor). Itu memang karena selama ini proses pendidikan bagi anak-anak bangsa tanpa ada ajaran pelajaran tentang prinsip-prinsip keyakinan etika moral bagi pembentukan otak beserta perasaan hati yakin kepada prinsip-prinsip kepercayaan diri. Selama ini kita hanya menyaksikan hasil-hasil pendidikan yang hanya pada pusaran penuh ragu langkah tekan pada gerakan kualitas manusia bergerak maju dan mundur saja, begitu seterusnya yang terjadi pada semai-semai kecil anak bangsa.

    Ketika masyarakat dunia sudah mengakui eksistensi kita sebagai bagian masyarakat beradab bangsa-bangsa dunia. Kita jangan sampai ketika hanya punya fungsi diri sebagai pihak pengikut, boleh saja asal jangan sampai terlena dan terbius oleh arusnya masyarakat global. Karena selama ini kita sebagai bangsa tidak punya kemandirian atau otonomi dalam berpikir tentang prinsip-prinsip keyakinan sebagai bangsa yang mandiri, sebenarnya dalam kehidupan masyarakat bangsa-bangsa dunia yang telah mapan dalam berprinsip tentang dasar tentang ajaran sebagai bangsa yang merdeka. Bahwa kenyataan dalam masyarakat kita sementara ini hanya bisa mengikuti saja, tapi janganlah sampai terhanyut oleh arus. Maka dari itu kita sebagai bangsa yang merdeka harus punya pendidikan dasar dan sandar tentang prinsip-prinsip suatu bangsa yang merdeka.

    Ingat pesan-pesan dari mbah sepuh ; bahwa bangsa kita punya dasar-dasar ajaran hidup, “jas merah. Janganlah sampai lupa hanya karena dalam proses pendidikan kita tidak pernah diajarkan tentang prinsip dalam berkehidupan di masyarakat, dan bahwa bangsa kita kurang mengkaji dan memperhatikan apa-apa, kekayaan-kekayaan yang kita punya dari berbagai sumber alam dan macam-macam budaya.

    Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?

    achmad fathoni
    Gresik/Grisee

    PEMILU & KEJUJURAN

    BELAJAR SANDIWARA PEMILIHAN UMUM 2004

    Tanggal 5-Juli-2004, bangsa Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah pemilihan umum, yang dimulai pada tahun 1955. Tidak pernah dalam sejarah pemilihan umum orang nomer satu di negeri ini dipilih secara langsung oleh rakyat. Ternyata bangsa ini telah belajar dari pelajaran-pelajaran yang telah dimakan zaman peradaban, dengan belajar dari pengalaman. Kesalahan-kesalahan pribadi dapat di-minimalisir sehingga bisa menciptakan tatanan peradaban cerdas, teliti, dan pasti dalam melangkah untuk memutuskan sebuah keputusan yang menghasilkan kepastian bagi kelangsungan proses demokrasi, bukannya malah membingungkan.

    Normalnya 5 tahun sekali republik ini melangsungkan hajatan nasional pemilihan umum, yang diatur undang-undang yang perumusannya dilikukan oleh manusia yang beradab sekaligus terpelajar, negeri gemah ripah loh jinawi toto tentrem kertaraharja. Maka terbentuklah kepanitiaan, sebagai penyelenggara pemilihan umum 2004, lembaga kepanitiaan tersebut bernama komisi pemilihan umum (KPU), lembaga tersebut bekerja setelah diturunkannya surat keputusan oleh pemerintah. SK tersebut sebagai dasar legal hukum untuk melaksanakan tugas kenegaraan secara professional.

    Dimulai dengan sosialisasi melalui berbagai macam cara, menggunakan berbagai macam media massa maupun elektronik sebagai alat untuk mengumumkan tata cara pencoblosan yang baik dan benar, sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam teknis pencoblosan, yang akan membuat rugi umat yang ingin menyalurkan aspirasinya demi sebuah perubahan bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.

    Bayangkan Rp 3,5 trilyun, biaya untuk pelaksanaan pilpres I (pilihan presiden), yang dikeluarkan oleh negara melalui panitia anggaran belanja negara, itu belum yang didapat dari negara-negara donor melalui lembaga-lembaga mereka (UNDP, USAid, AUSaid, Uni Eropa, dan lain-lain) yang ikut berpartisipasi demi suksesnya proses demokratisasi. Kalau dilihat dari jumlah anggaran senilai Rp 3,5 trilyun saja, kemungkinan KPU masih “merasa” kekurangan bahkan cenderung pucat pasi untuk memenuhi kebutuhan logistic pemilihan umum secara nasional, tapi kalau sudah didonor dana, apa mungkin badan KPU masih gemetaran bingung serta wajahnya masih pucat pasi kurang dana.

    Anggaran dana yang dikucurkan dan didonorkan kepada KPU tersebut, supaya kerja, para pekerja di lembaga tersebut bekerja sesuai dengan gaji yang mereka terima. Siang, malam mereka harus memikirkan format maupun bentuk teknis pencoblosan, melalui hasil musyawarah mufakat anggota KPU, supaya dalam keputusannya tidak adanya beda pendapat [an] antar anggota KPU.

    Logistic di-distribusikan ke seluruh pelosok nusantara, mulai dari sabang sampai merauke, guna terselenggaranya pesta demokrasi yang normalnya 5 tahun sekali, dalam hal tersebut ternyata KPU sudah pintar membaca situasi, karena mereka telah belajar dari pemilihan umum legislatif, proses distribusi logistic berjalan dengan sangat lancar tanpa hambatan yang berarti. Sehingga tidak menuai protes dari orang-orang yang berani memprotes.

    Dimulai dari kertas, bilik, tinta, serta kotak suara, maupun seperangkat alat pemlihan umum lengkap yang telah siap digunakan serta sebagai jaminan maupun ikatan antara KPU sebagai penyelenggara dengan umat calon pemilih. Dengan begitu, kedua mempelai siap mensukseskan pesta demokrasi.

    Kertas pemilu yang secara fisik estetis, telah memenuhi syarat untuk dicoblos, tapi secara teknis kertas tersebut dalam lipatannya kurang mendapat perhatian sehingga mengakibatkan banyaknya coblosan yang tidak disahkan oleh petugas dilapangan (KPPS), seharusnya hal-hal yang bersifat teknis dan tidak diinginkan oleh masyarakat pemilih tidak terjadi. Hal tersebut mengenai kasus coblosan tembus vertical akibat teknis melipat surat suara yang salah. Idealnya lembaga seperti KPU, yang dalam bertindak melalui rapat anggota dahulu, dengan struktur organisasi yang rapi, seharusnya hal-hal tersebut tidak terjadi. Apalagi kejadian tersebut sampai mewabah ke-seluruh TPS-TPS (tempat pemungutan suara) diseluruh pelosok negeri.

    Bilik, saya melihatnya masih memakai yang kemarin digunakan pada waktu pemilihan umum legislatif, karena memang secara fisik bilik tersebut masih memenuhi syarat dipakai kembali. Begitu juga kotak suaranya masih kelihatan seperti yang kemarin. Kalau memang benar, kotak dan bilik itu menggunakan yang kemarin berarti KPU telah melaksanakan anjuran iklan PLN (perusahaan listrik negara) yang berbunyi “hemat energi hemat biaya”.

    Tinta sebagai penanda untuk para pencoblos, sehingga tidak berbuat curang. Pada pelaksanaan pemilihan umum legislatif kemarin tinta-tinta tersebut khusus di-impor oleh KPU dari India dan Cina, dan memang terbukti kualitasnya. Tapi kelihatannya tinta-tinta yang digunakan dalam pemilihan umum legislatif dibandingkan dengan tinta-tinta yang digunakan pada pelaksanaan pemilihan umum pilihan presiden ada perbedaan, kalau tinta pada waktu pemilu legislatif kemarin. Apabila sudah menempel dijari kelingking sebelah kiri, maka tanda tinta tersebut tidak akan hilang, bahkan sampai lebih dari tiga hari, meskipun dicuci dengan rinso anti noda dicampur bayclin pemutih. Kenapa bisa jauh berbeda dengan tinta pilpres yang langsung saya cuci dengan air kobo’an tanpa sabun (air bekas mencuci mangkok) tukang bakso, tinta di jari kelingking kiri saya langsung hilang tanpa noda membekas. Kata mbak Valina sinka subekti salah satu anggota KPU pusat, mengatakan bahwa : “ memang KPU sengaja membeli tinta tersebut yang dalam waktu tiga hari baru bisa hilang “. Tapi mbak tinta tersebut hilang sebelum harinya, gimana ini?.

    Penghitungan suara dengan menggunakan tehnologi informasi (T.I), yang telah menghabiskan dana milyaran rupiah. Dimulai dari pemilu legislatif kemarin yang pada akhirnya juga menggunakan penghitungan secara manual, sehingga semuanya bisa dikatakan sia-sia saja. Entah dalam pemilu pilpres yang sampai detik ini masih menggunakan komputerisasi tehnologi informasi, apakah nasibnya akan sama dengan pemilu legislatif, kita tunggu saja. Lemahnya proteksi komputer-komputer KPU dalam menghadapi serangan hacker dan virus, yang merupakan indikator dilakukannya penghitungan secara manual tradisional, dengan motto : Biar lambat asal selamat.

    Bagaimanapun juga manusia tetaplah seorang manusia, bukanlah “seekor”, tapi manusia adalah binatang yang berpikir. Dengan segala tindakannya manusia berpikir untuk belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah lewat, pengalaman peradaban merupakan guru terbaik daripada sifat “sok”, siapa aku ?. maka dariNyalah bertindaklah sesuai dengan aturan main hati nurani yang sudah digariskan. Janganlah hidup penuh dengan kamuflase demi keuntungan pribadi, bersikaplah jujur dan transparan sesuai kenyataan sejati manusiawi, hargailah dirimu sendiri sebelum penghargaan dilimpahkan bersamaan dengan penilaian legalitas lembaga hukum formal yang berlaku di negeri ini.

    achmad fathoni
    Gresik


    ISLAM TAPI MESRA

    PERADABAN AKHLAQISASI BUKAN ISLAMISASI

    Sejarah peradaban Islam, diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan peradaban Islam dalam perspektif sejarahnya.

    Berawal dari tersentuhnya masyarakat jahiliyah, yang berada dikawasan Timur Tengah Jazirah Arab. Maka karena semua peradaban yang lebih dulu eksis dikawasan belahan lain misalnya, peradaban Romawi, peradaban Persia, peradaban Bizantium. Akan tetapi bagi seorang Nabi Muhammad, justru peradaban masyarakat jahiliyah tersebut disentuh oleh Nabi, dengan sentuhan halus proses akhlaqisasi (Islam) hingga memunculkan istilah peradaban Islam yang dalam bukunya (Benturan antar Peradaban) Samuel P. Huntington. Bahwa peradaban Islam termasuk salah satu dari dua belas (12) peradaban Mayor yang masih eksis, tujuh peradaban tidak lagi eksis (peradaban-peradaban Mesopotamia, Kreta, Klasik, Bizantium, Amerika Tengah, dan Andea) dan lima (5) peradaban masih eksis (peradaban-peradaban Tionghoa, Jepang, India, Islam, dan peradaban Barat).

    Masa proses perkembangan peradaban Islam di Jazirah Arab zaman jahiliyah, dengan perjalanan serta penyebaran yang sampai meluas ke berbagai benua, diawali Asia terus menyeberang melalui laut Merah menuju benua hitam (Afrika), terus melangkah maju melewati selat Jabal Thoriq (Gibraltar), melalui Spanyol menuju benua Eropa. Untuk membangun nilai-nilai peradaban Islam.

    Perkembangan peradaban Islam diberbagai tempat didunia. Peradaban Islam Timur tengah, peradaban Islam Asia, dan peradaban Islam Spanyol (Cordoba). Perkembangan dan kemajuan serta pertumbuhan peradaban Islam yang didasari oleh, olah maupun pola berfikir (intelektual) sedikit lebih maju dari masyarakat Islam. Sehingga dapat mempengaruhi cara berfikir (pencerahan) terhadap peradaban (negara) lain.

    Demi pengembangan disiplin keilmuan untuk pembangunan pengetahuan adalah kekuatan ditengah arus globalisasi peradaban dan universalisasi nilai-nilai, adalah suatu keharusan bila sejarawan menyumbangkan ilmunya kepada bangsanya dalam usaha mengenal diri sendiri agar supaya rekayasa masa depan tetap berpijak pada jati diri bangsa. Dalam kaitan inilah sejarah peradaban mempunyai peranan yang penting, karena hanya dengan melihat ke masa lalu, kita akan dapat membangun masa depan yang lebih baik. Selebihnya, sejarah juga menawarkan cara pandang yang kritis mengenai masa lalu, sehingga tidak akan terjebak pada archaisme dan anakronisme, sekalipun kita berpijak pada jati diri yang terbentuk di masa lampau sejarah kita.

    Peradaban, sebuah peran kehidupan manusia yang lebih menekankan pada aspek ekspresi akhlaqisasi yang telah teratur serta terstruktur, punya model, maupun berwujud nyata melalui kecerdasan nalar dengan sifat religinya.

    Peran (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.

    Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.

    Karena gerak perkembangan masyarakat banyak dipengaruhi oleh peran-peran dari sebuah sistem kedudukan dengan fungsi dan penyesuaian diri, dari suatu proses sejarah.

    Sebuah proses akhlaqisasi di Gresik

    Proses peradaban Islam yang dilakukan oleh beliau-beliau tersebut adalah melalui proses dagang dengan penduduk asli Gresik ketika itu. Kedua pejuang muslimah dan muslim tersebut datang dengan kapal-kapal dagangnya yang besar dengan membawa barang dagangannya untuk ditawarkan dengan cara-cara ajaran Islam.

    Meskipun proses Islamisasi di kota Santri masih penuh tantangan perjuangan, akan tetapi semuanya itu demi terwujudnya akhlaq rachmatan lil alamin (Gresik). Bagi para pemimpin (pedagang) seperti Fatimah binti Maimun maupun Syech Maulana Malik Ibrahim, kata perjuangan untuk tegaknya agama Islam. Merupakan harga mati untuk memperjuangkannya dengan di iringi oleh prinsip-prinsip pengertian dan pemahaman terhadap budaya masyarakat Gresik pada waktu itu.

    Berperan sebagai pedagang, menyebarkan Agama Islam sambil berdagang agar tidak terlalu kelihatan vulgar dan agar orang Gresik tidak menjadi kaget, menjadikan Syech Maulana Malik Ibrahim diberi wewenang sebagai “subandar ing Gersik” (syahbandar di Gresik), serta di perbolehkan menyebarkan Agama Islam kepada orang di Gresik yang bersedia masuk Islam.

    Seorang ulama’ pedagang, pejuang dalam proses penyesuaian bagi perkembangan peradaban Islam di pulau Jawa secara umum dan di Gresik secara khusus, perjuangan memang penuh dengan tantangan, hambatan, dan kesadaran waktu (rahmat Tuhan).

    Syech maulana Malik Ibrahim dikenal sebagai ulama’ ahli pengobatan selain pedagang, dan banyak memberikan pertolongan kepada penduduk sekitar apabila ada yang sakit. Keahliannya yang lain adalah ahli dalam bidang strategi politik untuk misi akhlaqisasi (Islam) elite politik kerajaan Majapahit yang pada waktu itu di pimpin oleh rezim penguasa yang bernama Wikrama Wardhana (1369 – 1428 Masehi).

    Itulah proses akhlaqisasi di salah satu pulau nusantara, Jawa pada zaman itu sudah terjadi interaksi sosial yang bersifat global, dan bahwa juga masyarakat Gresik telah mengenal pedagang-pedagang Islam yang penuh dengan sifat sopan santun dan akhlaq yang mulia. Sehingga menimbulkan rasa simpati dari penduduk sekitar dan disitulah sebuah proses akhlaqisasi bukan Islamisasi yang kita kenal selama ini, melestarikan budaya lama yang baik, mengikuti budaya baru yang lebih baik tanpa harus terhanyut, Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?

    nur achmad fathoni
    Alumni IAIN Sunan Ampel 2005
    Sekarang pekerja sosial di GP ANSOR GRESIK

    LAPINDO, PENGUASA & rakyat

    KEMANA ARAH CONDONG BAYANGAN PERS
    (
    sebuah renungan media dalam kasus LAPINDO)

    Kumpulan kata-kata yang terorganisir dengan baik, membuat kita asyik membacanya. Karena kata demi kata, kalimat per-kalimat tersusun rapi sehingga menghasilkan bangunan kata yang teratur berkarakter. Meminjam bahasa Foucault, wacana ialah cara-cara tertentu dalam mengorganisir pengetahuan dalam konteks melayani jenis-jenis khusus hubungan kekuasaan.

    Media merupakan sebuah alat penyambung informasi kepada khalayak. Melalui wacana-wacana yang terkonstruksi dengan rapi. Berita, merupakan sebuah pesan informasi yang di sajikan kepada masyarakat supaya menimbulkan kesan. Isi berita pada umumnya dinamakan fakta. Yang secara langsung maupun tidak langsung telah mengkonstruksikan wacana-wacana tertentu yang berusaha mengenal mereka (pembaca serta penonton) untuk sedikit memaksakan kekuasaan atas mereka.

    Namun hal ini hanya bisa terjadi dalam konteks institusional berbasis kekuasaan, yang melepaskan batasan-batasan apa yang sebenarnya dapat dikatakan, secara lebih konkret. Hanya dalam dan melalui wacana-wacana yang mengekspresikan sudut pandang institusionallah realitas tentang pembaca yang akhirnya dapat dibenturkan melalui konstruksi frame pemberitaan.

    Oleh karena itu, institusi-institusi media (cetak dan elektronik) besar yang terlibat dalam penyusunan, produksi, maupun komunikasi acara yang berfungsi mengendalikan pembaca maupun penontonnya dengan cara memperlakukan mereka sebagai obyek wacana. Institusi-institusi itu mengkonstruk dan memproduksi pengetahuan kepada pembaca maupun penontonnya agar dapat mengendalikan mereka-mereka supaya sejalan dengan kebutuhan institusi (pers) serta pemesannya.

    Jika institusi-institusi pers mengusahakan mengendalikan pembaca serta penonton melalui berbagai bentuk pengetahuan diskursif, apa saja alasan yang membuat mereka melakukan demikian itu? Apakah ada suatu dorongan universal untuk melaksanakan kekuasaan yang menjadi ciri semua institusi? Ataukah ada alasan-alasan khusus yang bersifat sosial dan historis untuk menjelaskan mengapa hal ini harus terjadi?.

    Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas yang dibuat hanya bisa didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yang dapat memilah antara pengetahuan yang lebih bermanfaat dibandingkan yang kurang bermanfaat, sebagaimana mestinya sebuah konsep tentang kekuasaan berkenaan dengan “bagaimana kita diubah menjadi obyek-obyek yang harus dikaji. Pembicaraan serta prilaku kita menjadi sebuah gejala, mimpi, pikiran, maupun sensasi para penonton serta pembaca menjadi hak milik “para pakar”. Itulah kekuasaan. Meminjam bahasa almarhumah putri Diana ketika menasehati pangeran William “knowledge is power”.

    Dominasi wacana-wacana tersebut mengandung pengertian bahwa pembaca maupun penonton media pada umumnya belum berpikiran sedemikian menonjol, sebagaimana seharusnya dalam berbagai analisis dan pembahasan soal pembaca maupun penonton media (cetak dan elektronik). Karena memang wacana-wacana tersebut banyak berbicara atas nama, dan bukannya untuk, pembaca maupun penonton setia media.

    Berita dibuat karena ada data yang masih tercecer belum terbentuk, yang kemudian di rangkai kedalam bentuk yang enak dibaca. Pers membingkai sebuah realitas sebagai menu pesan sebuah fakta, yang kemudian kita akan memilah dan memilih tersebut, apakah kita setuju atau tidak setuju. Karena semuanya berpulang pada cara pandang masing-masing individu.

    Untuk mengumpulkan serta mengorganisir huruf-huruf data yang masih tercecer merupakan tugas seorang jurnalis. Mereka ditentukan oleh norma dalam menyusun fakta yang masih terurai, supaya mereka bisa berposisi pada titik netral sehingga dapat bersikap adil, jujur, obyektif dan tidak melakukan pemihakan (kode etik pers).

    Namun adil, jujur, obyektif dan tidak memihak memiliki arti berbeda untuk setiap orang. Amat bergantung pada pada cara pandang. Bagi seseorang, suatu berita mungkin adil, akan tetapi bagi pihak lawannya berita tersebut amat sangat tidak adil.

    Dari bentuk-bentuk serta frame pemberitaan diberbagai media (cetak maupun elektronik). Saya ingin berpendapat, bahwa media hanya sanggup memaksakan kekuasaan atas khalayak sampai pada tataran tidak ada sebuah “kontrak” antara teks dan khalayak, yang mengaitkan dengan sejumlah aspek khusus kehidupan sosial khalayak, dan keluasan maupun arah pengaruh tersebut merupakan salah satu fungsi ciri-ciri kehidupan khalayak yang dilembagakan secara sosial, dan muncul dari pemenuhan kontrak karya, oleh karena itu kekuatan “ideologi” tidaklah bersifat tunggal, melainkan benar-benar bervariasi mulai dari yang rasional sampai emosional, dari yang pribadi sampai publik, dari “yang tidak merugikan” sampai “yang merugikan” disesuaikan dengan “kontrak karya” tersebut. Dan semuanya itu mempunyai sifat yang dialogis.

    Meminjam bahasa mas Gunawan Muhammad, dalam menampilkan penyajiannya sebuah pemberitaan, pers seharusnya berpihak pada orang yang “teraniaya“, namun tetap harus bertanya kepada orang yang “menganiaya“, kenapa anda menganiayanya?. pers memang harus fair, tapi bahwa pers harus memihak pada orang-orang yang teraniaya, bisakah?.

    Maka dari itu, bagaimana cara kita memutar balikkan tafsiran yang sudah ditafsirkan dari sekian banyaknya data dan berbagai macam sisi dari suatu peristiwa yang telah dikonstruksi dalam sifat-sifat maupun bingkai berita dari pers.

    achmad fathoni
    Gresik/Grisee


    Tempat Download Gratis

     

    Eson Grisee Copyright © 2009 Community is Designed by Bie