Bangsa coklat “vanilla”
Di jalanan, dari jauh terlihat seorang penjual es krim. Seorang anak kecil seumur taman kanak-kanak berjenis kelamin laki-laki, setelah memanggil si tukang es krim. Muncul bayangan melintas diatas kepalanya berbagai macam rasa es krim, tapi rasa yang dia rasakan Cuma satu rasa coklat vanilla. Lantas dia pun merengek-rengek seraya mengucap pada ibunya ; bu belikan es krim rasa coklat vanilla, kelihatan enak ya bu disertai tetesan air liur tergiur, dengan penuh sigap dan cekatan sang ibu membersihkan liur sang anak dengan sapu tangan warna “merah putih”.
Berputarnya kehidupan sesuai dengan putaran bulat telur bumi kita. Dinamika, warna-warni hasil putaran pikiran, imajinasi kemanusiaan dimulai dari bangunan waktu sadar, setelah melampaui waktu normal bawah sadar atas rekomendasi maupun himbauan pakar kesehatan. Hingga memunculkan “hi-tech” atau tekhnologi tinggi asal-usul berhasilnya nalar imajinatis makhluk yang bernama manusia. Berkat tekhnologi tinggi kita yang di
Zaman sudah berubah Mbah, sekarang situasinya sudah global Mbah, kata si anak-anak zaman; kepada Mbah sepuh. Ikutan zaman, memang zamannya sudah antik dan edan, ”kalau tidak ikutan antik serta edan tidak bakal dapat jatah“. Manusia-manusia pintar, cerdik cendikia mengatakan, bahwa kita hidup harus rasional bersandarkan pada akal atau kalau kata bapak menteri pendidikan
Ketika pembentukan kualitas manusia tidak berdasarkan dan bersandarkan pada prinsip keyakinan kepribadian bangsa. Selama ini pembentukan kualitas manusia lebih fokus pada rasionalitas akal pengetahuan, padahal selama ini akal pengetahuan selalu punya dua sisi aliran yaitu ; aliran akal positif dan aliran akal negatif, sehingga otak manusia pun mencari-cari kesempatan dalam kesempitan akal-akalan canggih. Maka yang terjadi bentuk otak anak-anak bangsa adalah hanya dengan cara pandang saja kelihatan tingginya dan canggihnya otak, dengan sendirinya secara pelan tapi spontan prosesi pada salah satu anggota badan berlangsung sedikit demi sedikit mengeras, kemudian di dengar oleh “mas viktor” (pikiran kotor). Itu memang karena selama ini proses pendidikan bagi anak-anak bangsa tanpa ada ajaran pelajaran tentang prinsip-prinsip keyakinan etika moral bagi pembentukan otak beserta perasaan hati yakin kepada prinsip-prinsip kepercayaan diri. Selama ini kita hanya menyaksikan hasil-hasil pendidikan yang hanya pada pusaran penuh ragu langkah tekan pada gerakan kualitas manusia bergerak maju dan mundur saja, begitu seterusnya yang terjadi pada semai-semai kecil anak bangsa.
Ketika masyarakat dunia sudah mengakui eksistensi kita sebagai bagian masyarakat beradab bangsa-bangsa dunia. Kita jangan sampai ketika hanya punya fungsi diri sebagai pihak pengikut, boleh saja asal jangan sampai terlena dan terbius oleh arusnya masyarakat global. Karena selama ini kita sebagai bangsa tidak punya kemandirian atau otonomi dalam berpikir tentang prinsip-prinsip keyakinan sebagai bangsa yang mandiri, sebenarnya dalam kehidupan masyarakat bangsa-bangsa dunia yang telah mapan dalam berprinsip tentang dasar tentang ajaran sebagai bangsa yang merdeka. Bahwa kenyataan dalam masyarakat kita sementara ini hanya bisa mengikuti saja, tapi janganlah sampai terhanyut oleh arus. Maka dari itu kita sebagai bangsa yang merdeka harus punya pendidikan dasar dan sandar tentang prinsip-prinsip suatu bangsa yang merdeka.
Ingat pesan-pesan dari mbah sepuh ; bahwa bangsa kita punya dasar-dasar ajaran hidup, “jas merah“. Janganlah sampai lupa hanya karena dalam proses pendidikan kita tidak pernah diajarkan tentang prinsip dalam berkehidupan di masyarakat, dan bahwa bangsa kita kurang mengkaji dan memperhatikan apa-apa, kekayaan-kekayaan yang kita punya dari berbagai sumber alam dan macam-macam budaya.
Disamping itu pula. Ini adalah sikap melestarikan dan membuang, yang biasa dilakukan orang, dalam sejarah manusia, bukan?
Gresik/Grisee
0 comments:
Post a Comment