KETIKA PORNOGRAFI SERTA PORNOAKSI DISERAHKAN PEMERINTAH LANTAS DIMANA PERAN MASYARAKAT
Dalam hal ini saya mencoba memandang peran pornografi dan pornoaksi dalam komunitas seni peran juga dalam hal ini film “Buruan Cium Gue” yang sudah lama tayang. Dan banyak film tersebut banyak mengalami pro-kontra.
Film merupakan sebuah karya seni, yang didalamnya juga terdapat berbagai macam jenis seni-seni yang lain, seni film lebih menonjol pada visualisasi gerakan para aktor maupun aktris dalam berakting di depan kamera. Setelah membaca peran yang akan dijalankan serta penyesuaian dengan skenario yang telah diatur oleh sutradara.
Di dalam alur cerita film, para aktor maupun aktrisnya akan mengikuti pada teks skenario yang disodorkan oleh sang sutradara dan sesuai dengan tema maupun judul dari film yang diputar. Dalam sebuah film terdapat banyak sisi-sisi kesenian nyata, yang semua sisinya mengandung estetika manifestasi seni. Seni memang indah serta enjoy, enak bahkan sejuk dilihat, tapi tidak menutup kemungkinan sifat seni yang liberal, dapat mengesampingkan etika atau moral seniman. Oleh sebab itu keindahan seni yang diciptakan para seniman harus equilibrium (seimbang) dengan moral atau etika para pekerja seni.
Visual memang penuh warna-warni pemandangan nan indah, siapapun orangnya, baik itu orang kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, orang
Di[me]lihat mulai dari sisi kiri merambat ke kanan, di sebuah gedung bioskop yang terdapat barisan gambar film, sejenak penglihatanku terhenti pada sebuah gambar dengan judul film yang bersifat provokatif-aktif yaitu : “Buruan Cium Gue“ (berbau Betawi). Sebuah kalimat yang menunjukkan sikap maupun tindakan yang tergesa-gesa (reaksioner). Telah mendapatkan berbagai komentar yang pro maupun yang kontra dalam konteks sebuah tontonan film, yang katanya tidak sesuai dengan identitas bangsa yang menganut budaya timur, peduli timur atau barat itu hanya perdebatan sebuah arah kompas penunjuk arah. Dan bukan kebenaran sebuah penafsiran tentang judul film.
Adegan maupun judul film “Buruan Cium Gue“, menjurus pada pornografi serta porno aksi. Kita sebagai masyarakat agamis dengan identitas budaya timur selalu bertolak belakang dengan budaya western (barat), padahal sebenarnya dasar kita semua adalah manusia yang paling tahu dengan ukuran-ukuran akhlaq pribadinya masing-masing melalui kesempurnaan “seekor“ makhluk sosial yang diciptakan oleh Dzat yang maha sempurna. Tapi sejauh mana terbentuknya perilaku sosial bermasyarakat kita yang masih “liberal“ menuju manusia batas (teratur).
Sebenarnya selama ini, kita semua sudah sadar dan tahu sampai sejauh mana batasan-batasan pornografi maupun porno aksi dalam adegan sebuah film, kita hanya mengingat serta intropeksi diri saja. Apa karena film tersebut diproduksi oleh anak bangsa sendiri (produk lokal), lantas kita mampu mengeluarkan kata-kata sumbang “ingat kita ini bangsa timur yang punya budaya khas ketimuran“, apa lain jika film yang ditayangkan adalah film-film barat yang sudah dari dulu diputar dan sejak dulu pula mereka menganut sistem kebebasan teratur (ada batas). Apapun adegan yang selama ini dipertontonkan film-film barat, timbul kesan biarkan saja mereka berakting pelukan, cium-ciuman, memakai pakaian bikini ataupun adegan ngobrol yang berbau bantal, guling serta kasur diatas ranjang. Terus dimana para tokoh, pejabat masyarakat kita selama ini, apa sih bedanya adegan ciuman yang dilakukan oleh para pemain holywood atau bolywood, dibandingkan dengan para pemain lokal nasional kita.
Berlogikalah dengan hati nuranimu, jangan cepat terprovokasi hanya karena judul dan adegan sebuah film saja, marilah kita bersama-sama menengok serta fokus untuk melihat sejenak, baik yang pro maupun yang kontra. Sekarang kita berhenti bersama di pusat elektronik Glodok, masih adakah transaksi jual-beli vcd porno?, setelah itu mari kita dengar bersama-sama komentar masyarakat remaja (anak baru gede) tentang adegan cium-mencium, yang banyak diantara mereka berkomentar bahwa ciuman itu menunjukkan arti sebuah saling cinta maupun rasa kasih sayang (bagi yang berpacaran), kita teruskan perjalanan bersama menuju ke sebuah toko buku, kemudian carilah buku yang telah best seller dengan judul “Jakarta undercover“, yang ditulis oleh mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah yang bernama : Muammar Emka, melalui jurnalisme investigasi.
Bahwa sebenarnya, asumsi-asumsi masyarakat bagian kontra tentang film “Buruan Cium Gue“, merupakan daya upaya pendapat seruan moral (etika), dan juga cermin ketidak adilan yang begitu saja secara langsung melakukan pressure bahkan vonis, bahwa film tersebut termasuk dalam kategori film porno yang dapat merusak moral generasi muda. Padahal di sisi lain, para manusia penentu policy (kebijakan) serta penggodok undang-undang di gedung parlemen sudah melakukan akting bersama para “penjaba[ha]t“, untuk adegan film korup grafi serta korup aksi. Yang selama ini hanya ditonton saja oleh mereka-mereka yang sekarang lagi memprotes film “Buruan Cium Gue“, padahal akting serta adegan digedung maupun lembaga-lembaga negara judulnya “ Buruan Cegah Gue kalau berani“. Bahkan sampai hari ini film tersebut masih diputar dan terus berputar.
Maka dari itu, marilah kita semua bersama-sama belajar melihat dari berbagai sisi-sisi persoalan hidup. jangan sampai terjebak pada pandangan kacamata kuda. Kita pelajari satu-persatu setelah itu marilah kita merenung bersama tentang berbagai hal dan persoalan melalui kesadaran pribadi, setelah itu kita jawab dengan logika hati nurani yang bersih dan jernih.
alumni IAIN SUPEL SURABAYA
0 comments:
Post a Comment