GUS DUR TELAH DIJATUHKAN, TETAPI PERJUANGAN MELAWAN ORBA JALAN TERUS
(Oleh : A. Umar Said)
Adalah wajar sekali bahwa berita tentang dijatuhkannya Gus Dur oleh Sidang Istimewa MPR dari kedudukannya sebagai Presiden RI pada tanggal 23 Juli tahun 2001 ini diterima dengan berbagai macam perasaan oleh banyak orang, baik yang di tanah-air maupun yang di luarnegeri. Demikian juga dengan naiknya Megawati sebagai Presiden RI yang kelima. Sebab, peristiwa ini adalah peristiwa yang akan mempunyai dampak besar kepada perjalanan sejarah bangsa Indonesia di kemudian hari.
Tulisan singkat kali ini bukanlah dimaksudkan untuk menceritakan kembali secara detail tentang sejarah hiruk-pikuk atau perdebatan yang terjadi selama berbulan-bulan sekitar asal mula - atau proses yang “ruwet” - mengenai pertentangan antara Gus Dur dengan musuh-musuh politiknya. Tetapi, dimaksudkan untuk mengajak para pembaca mencoba melihat persoalan-persoalannya dari segi yang lain, dan juga merenungkan hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari. Adalah penting sekali bagi kita semua untuk memikirkan bersama-sama, tentang apa saja yang bisa - dan perlu - dilakukan oleh seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi dalam menghadapi situasi yang baru, sejak dijatuhkannya Gus Dur dari kedudukannya sebagai kepemimpinan nasional.
Tanpa berpanjang-panjang lagi, kiranya bisalah dirumuskan secara singkat dan sederhana, bahwa, pada intinya, latar-belakang dasar pertentangan antara Gus Dur dkk dengan lawan-lawan politiknya, adalah pertentangan antara gerakan pro-demokrasi/reformasi melawan kekuatan Orde Baru. Dengan apa yang terjadi tanggal 23 Juli yang lalu, nyatalah dengan jelas bahwa dalam pertentangan ini, gerakan pro-demokrasi dan pro-reformasi, yang dalam berbagai hal diwakili oleh Gus Dur, telah dikalahkan dalam pertempuran, untuk kali ini (!).
PERANG MELAWAN ORDE BARU JALAN TERUS
Bagi seluruh kekuatan pro-reformasi, perlu diyakini bahwa kekalahan dalam pertempuran kali ini, bukanlah akhir perjuangan. Perjuangan melawan sisa-sisa kekuatan Orde Baru adalah sesuatu yang terpaksa dilakukan dan harus (!!!) dilakukan terus oleh berbagai komponen bangsa, kalau kita ingin menyelamatan kehidupan kita sebagai bangsa dari segala penyakit parah dan kerusakan-kerusakan besar, yang telah dibikin oleh Orde Baru/GOLKAR selama lebih dari 32 tahun. Diteruskannya perlawanan terhadap sisa-sisa Orde Baru adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, apalagi setelah Gus Dur dijatuhkan oleh aliansi yang pada dasarnya adalah terdiri dari kekuatan-kekuatan yang didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang anti-reformasi.
Dilihat dari satu sisi, bisalah kiranya diterima anggapan sejumlah orang (yang terdapat di berbagai kalangan dan komponen masyarakat) bahwa dijatuhkannya Gus Dur dari kedudukannya sebagai presiden, merupakan set-back (kemunduran) bagi barisan pro-reformasi. Kemunduran ini bisa menimbulkan berbagai akibat buruk. Tetapi, dari sisi lain, perlulah juga direnungkan tentang benarnya pendapat bahwa “kemenangan” aliansi kekuatan anti-reformasi kali ini, juga mempunyai berbagai hikmah, yang pada akhirnya, akan menguntungkan perjuangan gerakan pro-reformasi. Kalimat ini bukan sekedar sesuatu yang berbunyi muluk-muluk dan berbau slogan kosong dan bombastis saja. Bukan pula untuk sekadar menghibur diri atau menenteramkan hati para pejuang reformasi, yang mungkin, untuk sementara, terlalu kecewa dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini
Sejarah akan membuktikan – dan mungkin tidak lama lagi !!! - kebenaran tentang berbagai “hikmah” yang diantarkan oleh kemenangan (sementara!) aliansi berbagai kekuatan anti-reformasi, yang mereka bangun sejak jauh sebelum terjadinya Sidang Istimewa MPR. Salah satu di antara hikmah-hikmah itu adalah munculnya kenyataan – dan secara jelas pula – bahwa sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih kuat sekali. Seperti kita saksikan bersama, sisa-sisa kekuatan Orde Baru ini bukan saja termanifestasi dalam DPR dan MPR, melainkan juga di Mahkamah Agung, dalam aparat-aparat pemerintahan (terutama TNI dan Polri), dan bahkan juga dalam media massa (cetak atau elektronik) dan di kalangan “elite” berbagai komponen bangsa. Kenyataan ini sangat berguna bagi seluruh kekuatan pro-reformasi - tidak peduli dari kalangan yang mana pun juga – untuk selanjutnya mengatur barisan masing-masing dan mengelola perjuangan-bersama ini lebih baik lagi dari pada yang sudah-sudah. Sebab, hukum perkembangan secara objektif sudah “memerintahkan” atau “mengharuskan” adanya perjuangan terhadap sisa-sisa kekuatan Orde Baru ini (tentang soal ini ada tulisan tersendiri). Apapun dan siapapun, fihak yang manapun, tidak akan bisa menghalangi timbulnya perlawanan ini, yang tentunya akan mengambil berbagai cara dan bentuk, sesuai dengan situasi yang memungkinkan.
APAKAH SITUASI AKAN LEBIH BAIK BAGI REFORMASI ?
Hikmah lainnya adalah akan munculnya bukti-bukti yang nyata, dan secara jelas pula tidak lama lagi (!), bahwa di bawah pemerintahan Megawati, yang hasilnya akan tetap merupakan “kompromi” (bahasa kasarnya : persekongkolan) yang dibarengi sekaligus oleh pertentangan-pertentangan kepentingan antara berbagai kekuatan anti-reformasi, banyak penyakit parah yang diwariskan oleh sistem politik dan kultur Orde Baru, tidak akan mudah dan secara cepat dibrantas. KKN akan berjalan terus, penegakan hukum akan menjadi omong-kosong saja, koruptor-koruptor kakap bahkan akan tetap lengggang-kangkung dan senyum-senyum aman saja, kebebasan demokratis akan dibatasi (untuk tidak mengatakan “dicekek”), pelanggaran HAM akan tetap muncul dimana-mana. (Tentang soal ini akan ada tulisan tersendiri)
Bahkan, ada kemungkinan yang besar sekali, bahwa karena kompromi-kompromi yang dilakukan oleh Megawati terhadap berbagai kepentingan sisa-sisa kekuatan Orde Baru, maka Megawati dkk menjadi “tawanan” yang lebih menyedihkan lagi dari pada Gus Dur. Gus Dur, yang sejak permulaan pemerintahannya terpaksa mengadakan kompromi-kompromi terhadap berbagai kekuatan Orde Baru, akhirnya telah menjadi korban. Tanpa memasuki secara panjang lebar lagi berbagai kesalahan dan “kelemahan” Gus Dur, maka jelaslah bahwa Gus Dur telah dijatuhkan oleh operasi terbuka dan tertutup anasir-anasir pro-Orde Baru atau koruptor-koruptor dan pelanggar HAM (terutama dari TNI-AD). Gus Dur dijatuhkan, karena banyak langkah-langkahnya yang tidak menguntungkan mereka itu semuanya.
Adalah sayang sekali kalau Megawati yang tadinya diharapkan oleh banyak orang - terutama rakyat kecil dan mereka yang pernah diperlakukan secara tidak adil selama lebih dari 32 tahun oleh Orde Baru - untuk mengadakan pembaruan-pembaruan terhadap kerusakan-kerusakan parah di berbagai bidang kehidupan bangsa, nantinya akan tunduk (atau bahkan bersekutu) dengan kekuatan-kekuatan yang selama 32 tahun sudah membuktikan diri mereka sebagai kekuatan-kekuatan yang anti-rakyat, anti-demokrasi, tidak berperi-kemanusiaan, korup dan busuk, yang terdapat dalam lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif.
Perkembangan akhir-akhir ini sudah menunjukkan tanda-tanda ke arah itu. Dan perkembangan ini telah membawa hikmah lainnya yang penting, yaitu terjadinya kristalisasi dan penyaringan. Kristalisasi akan terus terjadi dimana-mana, baik di PDI-P, maupun di partai-partai lain, dan juga di kalangan komponen-komponen bangsa lainnya (termasuk di kalangan yang tadinya memperjuangkan reformasi). Krisis multi-dimensional besar dan parah yang dihadapi oleh pemerintahan Megawati (yang sebagian besar diwariskan oleh Orde Baru) adalah banyak sekali. Tidak lama lagi akan nyatalah bagi banyak orang, bahwa adalah ilusi besar saja, kalau menganggap bahwa lewat persekutuan dengan golongan-golongan pro-Orde Baru, perbaikan-perbaikan mendasar bisa diciptakan. Bahkan sebaliknya!
Singkatnya, selama sisa-sisa Orde Baru masih kuat bercokol dalam DPR, MPR, Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan lainnya, serta dalam aparat-aparat pemerintahan, dan kalau pemerintahan di bawah Megawati tidak berani melawan kekuatan-kekuatan ini, maka situasi tidak akan mungkin bisa diperbaiki, karena reformasi tidak akan jalan. Sebab, latar-belakang persoalan yang paling pokok adalah yang berikut : sisa-sisa Orde Baru adalah pada dasarnya penentang reformasi! (soal ini akan ada tulisan tersendiri). Reformasi yang sungguh-sungguh, hanya bisa dilaksanakan dengan menghancurkan kekuatan sisa-sisa Orde Baru, yang masih terwakili secara nyata oleh Golkar, dan juga yang sedang menelusup di berbagai partai dan golongan (termasuk dalam kalangan militer). BAGAIMANA PERJUANGAN REFORMASI SELANJUTNYA?
Menghadapi situasi sesudah jatuhnya Gus Dur dan naiknya Megawati sebagai presiden, amat wajarlah kiranya bahwa banyak orang di kalangan barisan pro-reformasi yang memikirkan tentang sikap apa yang harus diambil dan apa yang selanjutnya harus dikerjakan bersama-sama. Ada yang berpendapat bahwa apa pun yang terjadi, adalah tugas seluruh kekuatan pro-reformasi untuk mendorong terus berkembangnya kekuatan masyarakat madani (civil society), bersama-sama membantu makin kuatnya LSM atau Ornop di berbagai bidang, mendukung makin maraknya gerakan-gerakan rakyat (mahasiswa, buruh, tani, pemuda, perempuan, pengusaha kecil, ex-tapol dll dll). Pendapat ini benar.
Sebab, kita sudah sama-sama menyaksikan, dengan pedih hati pula, bahwa rakyat sudah tidak boleh lagi menggantungkan harapan HANYA dan MELULU kepada DPR, partai-partai politik, dan pemerintah saja. Praktek-praktek yang terjadi selama Orde Baru, yang juga muncul akhir-akhir ini, membuktikan dengan jelas, bahwa kebanyakan di antara para “elite” itu tidak mengurusi kepentingan rakyat, melainkan hanya mengutamakan kepentingan diri masing-masing atau golongan masing-masing. Masyarakat madani, Ornop atau berbagai gerakan-gerakan extra-parlementer, adalah senjata atau wahana yang amat penting bagi rakyat, dalam membela kepentingan mereka atau menyuarakan aspirasi mereka.
Di kemudian hari, adalah sudah semestinya kalau seluruh kekuatan pro-reformasi mendukung politik atau program pemerintahan di bawah Megawati yang jelas-jelas menguntungkan pelaksanaan reformasi di berbagai bidang. Langkah-langkahnya untuk menjaga kebebasan demokratis dan memperkuat perlindungan HAM juga perlu dibela bersama-sama. Segala usaha beraninya untuk membrantas KKN tanpa pandang bulu perlu didorong terus, demikian juga politiknya untuk menegakkan hukum demi kepentingan umum, dan memperbaiki kehidupan rakyat. Tentunya, kita semua mengharapkan bahwa pemerintahan di bawah Megawati akan bisa melaksanakan itu semua, demi kepentingan rakyat dan negara. Tetapi, pertanyaannya, adalah : apakah pemerintahannya mau dan bisa melaksanakannya?
Sebab, kalau tidak, atau kalau yang dilakukan bahkan bertentangan dengan apa yang menjadi harapan begitu banyak orang, maka tidak ada jalan lain bagi seluruh kekuatan pro-reformasi kecuali melakukan perlawanan sekuat-kuatnya dan sebisa mungkin, dalam berbagai bentuk dan cara. Untuk menghadapi situasi yang buruk yang mungkin saja akan terjadi di masa depan, sudah benarlah bahwa sejak sekarang kekuatan pro-reformasi mulai mempersiapkan barisan, menyediakan payung dan “tameng”. (tentang soal ini ada tulisan tersendiri).
Singkatnya, bagi seluruh gerakan pro-reformasi, perjuangan masih bisa dan perlu diteruskan bersama-sama, dalam situasi baru sekarang ini. Dalam perjuangan bersama ini, mungkin akan diperlukan aliansi baru, untuk menghadapi lawan-lawan baru pula, dan mungkin juga dengan cara-cara dan program baru. Situasi sudah berobah, dan akan berobah terus. Tetapi perjuangan utama akan tetap sama, yaitu menghancurkan sisa-sisa kekuatan Orde Baru. Sebab, hanya dengan menghancurkan sisa-sisa kekuatan yang selama 32 tahun telah membikin kerusakan, penderitaan, dan kebusukan itulah Indonesia Baru akan bisa dibangun. Jalan lain tidak ada.
(Oleh : A. Umar Said)
Adalah wajar sekali bahwa berita tentang dijatuhkannya Gus Dur oleh Sidang Istimewa MPR dari kedudukannya sebagai Presiden RI pada tanggal 23 Juli tahun 2001 ini diterima dengan berbagai macam perasaan oleh banyak orang, baik yang di tanah-air maupun yang di luarnegeri. Demikian juga dengan naiknya Megawati sebagai Presiden RI yang kelima. Sebab, peristiwa ini adalah peristiwa yang akan mempunyai dampak besar kepada perjalanan sejarah bangsa Indonesia di kemudian hari.
Tulisan singkat kali ini bukanlah dimaksudkan untuk menceritakan kembali secara detail tentang sejarah hiruk-pikuk atau perdebatan yang terjadi selama berbulan-bulan sekitar asal mula - atau proses yang “ruwet” - mengenai pertentangan antara Gus Dur dengan musuh-musuh politiknya. Tetapi, dimaksudkan untuk mengajak para pembaca mencoba melihat persoalan-persoalannya dari segi yang lain, dan juga merenungkan hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari. Adalah penting sekali bagi kita semua untuk memikirkan bersama-sama, tentang apa saja yang bisa - dan perlu - dilakukan oleh seluruh kekuatan pro-demokrasi dan pro-reformasi dalam menghadapi situasi yang baru, sejak dijatuhkannya Gus Dur dari kedudukannya sebagai kepemimpinan nasional.
Tanpa berpanjang-panjang lagi, kiranya bisalah dirumuskan secara singkat dan sederhana, bahwa, pada intinya, latar-belakang dasar pertentangan antara Gus Dur dkk dengan lawan-lawan politiknya, adalah pertentangan antara gerakan pro-demokrasi/reformasi melawan kekuatan Orde Baru. Dengan apa yang terjadi tanggal 23 Juli yang lalu, nyatalah dengan jelas bahwa dalam pertentangan ini, gerakan pro-demokrasi dan pro-reformasi, yang dalam berbagai hal diwakili oleh Gus Dur, telah dikalahkan dalam pertempuran, untuk kali ini (!).
PERANG MELAWAN ORDE BARU JALAN TERUS
Bagi seluruh kekuatan pro-reformasi, perlu diyakini bahwa kekalahan dalam pertempuran kali ini, bukanlah akhir perjuangan. Perjuangan melawan sisa-sisa kekuatan Orde Baru adalah sesuatu yang terpaksa dilakukan dan harus (!!!) dilakukan terus oleh berbagai komponen bangsa, kalau kita ingin menyelamatan kehidupan kita sebagai bangsa dari segala penyakit parah dan kerusakan-kerusakan besar, yang telah dibikin oleh Orde Baru/GOLKAR selama lebih dari 32 tahun. Diteruskannya perlawanan terhadap sisa-sisa Orde Baru adalah sesuatu yang tidak terhindarkan, apalagi setelah Gus Dur dijatuhkan oleh aliansi yang pada dasarnya adalah terdiri dari kekuatan-kekuatan yang didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang anti-reformasi.
Dilihat dari satu sisi, bisalah kiranya diterima anggapan sejumlah orang (yang terdapat di berbagai kalangan dan komponen masyarakat) bahwa dijatuhkannya Gus Dur dari kedudukannya sebagai presiden, merupakan set-back (kemunduran) bagi barisan pro-reformasi. Kemunduran ini bisa menimbulkan berbagai akibat buruk. Tetapi, dari sisi lain, perlulah juga direnungkan tentang benarnya pendapat bahwa “kemenangan” aliansi kekuatan anti-reformasi kali ini, juga mempunyai berbagai hikmah, yang pada akhirnya, akan menguntungkan perjuangan gerakan pro-reformasi. Kalimat ini bukan sekedar sesuatu yang berbunyi muluk-muluk dan berbau slogan kosong dan bombastis saja. Bukan pula untuk sekadar menghibur diri atau menenteramkan hati para pejuang reformasi, yang mungkin, untuk sementara, terlalu kecewa dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini
Sejarah akan membuktikan – dan mungkin tidak lama lagi !!! - kebenaran tentang berbagai “hikmah” yang diantarkan oleh kemenangan (sementara!) aliansi berbagai kekuatan anti-reformasi, yang mereka bangun sejak jauh sebelum terjadinya Sidang Istimewa MPR. Salah satu di antara hikmah-hikmah itu adalah munculnya kenyataan – dan secara jelas pula – bahwa sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih kuat sekali. Seperti kita saksikan bersama, sisa-sisa kekuatan Orde Baru ini bukan saja termanifestasi dalam DPR dan MPR, melainkan juga di Mahkamah Agung, dalam aparat-aparat pemerintahan (terutama TNI dan Polri), dan bahkan juga dalam media massa (cetak atau elektronik) dan di kalangan “elite” berbagai komponen bangsa. Kenyataan ini sangat berguna bagi seluruh kekuatan pro-reformasi - tidak peduli dari kalangan yang mana pun juga – untuk selanjutnya mengatur barisan masing-masing dan mengelola perjuangan-bersama ini lebih baik lagi dari pada yang sudah-sudah. Sebab, hukum perkembangan secara objektif sudah “memerintahkan” atau “mengharuskan” adanya perjuangan terhadap sisa-sisa kekuatan Orde Baru ini (tentang soal ini ada tulisan tersendiri). Apapun dan siapapun, fihak yang manapun, tidak akan bisa menghalangi timbulnya perlawanan ini, yang tentunya akan mengambil berbagai cara dan bentuk, sesuai dengan situasi yang memungkinkan.
APAKAH SITUASI AKAN LEBIH BAIK BAGI REFORMASI ?
Hikmah lainnya adalah akan munculnya bukti-bukti yang nyata, dan secara jelas pula tidak lama lagi (!), bahwa di bawah pemerintahan Megawati, yang hasilnya akan tetap merupakan “kompromi” (bahasa kasarnya : persekongkolan) yang dibarengi sekaligus oleh pertentangan-pertentangan kepentingan antara berbagai kekuatan anti-reformasi, banyak penyakit parah yang diwariskan oleh sistem politik dan kultur Orde Baru, tidak akan mudah dan secara cepat dibrantas. KKN akan berjalan terus, penegakan hukum akan menjadi omong-kosong saja, koruptor-koruptor kakap bahkan akan tetap lengggang-kangkung dan senyum-senyum aman saja, kebebasan demokratis akan dibatasi (untuk tidak mengatakan “dicekek”), pelanggaran HAM akan tetap muncul dimana-mana. (Tentang soal ini akan ada tulisan tersendiri)
Bahkan, ada kemungkinan yang besar sekali, bahwa karena kompromi-kompromi yang dilakukan oleh Megawati terhadap berbagai kepentingan sisa-sisa kekuatan Orde Baru, maka Megawati dkk menjadi “tawanan” yang lebih menyedihkan lagi dari pada Gus Dur. Gus Dur, yang sejak permulaan pemerintahannya terpaksa mengadakan kompromi-kompromi terhadap berbagai kekuatan Orde Baru, akhirnya telah menjadi korban. Tanpa memasuki secara panjang lebar lagi berbagai kesalahan dan “kelemahan” Gus Dur, maka jelaslah bahwa Gus Dur telah dijatuhkan oleh operasi terbuka dan tertutup anasir-anasir pro-Orde Baru atau koruptor-koruptor dan pelanggar HAM (terutama dari TNI-AD). Gus Dur dijatuhkan, karena banyak langkah-langkahnya yang tidak menguntungkan mereka itu semuanya.
Adalah sayang sekali kalau Megawati yang tadinya diharapkan oleh banyak orang - terutama rakyat kecil dan mereka yang pernah diperlakukan secara tidak adil selama lebih dari 32 tahun oleh Orde Baru - untuk mengadakan pembaruan-pembaruan terhadap kerusakan-kerusakan parah di berbagai bidang kehidupan bangsa, nantinya akan tunduk (atau bahkan bersekutu) dengan kekuatan-kekuatan yang selama 32 tahun sudah membuktikan diri mereka sebagai kekuatan-kekuatan yang anti-rakyat, anti-demokrasi, tidak berperi-kemanusiaan, korup dan busuk, yang terdapat dalam lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif.
Perkembangan akhir-akhir ini sudah menunjukkan tanda-tanda ke arah itu. Dan perkembangan ini telah membawa hikmah lainnya yang penting, yaitu terjadinya kristalisasi dan penyaringan. Kristalisasi akan terus terjadi dimana-mana, baik di PDI-P, maupun di partai-partai lain, dan juga di kalangan komponen-komponen bangsa lainnya (termasuk di kalangan yang tadinya memperjuangkan reformasi). Krisis multi-dimensional besar dan parah yang dihadapi oleh pemerintahan Megawati (yang sebagian besar diwariskan oleh Orde Baru) adalah banyak sekali. Tidak lama lagi akan nyatalah bagi banyak orang, bahwa adalah ilusi besar saja, kalau menganggap bahwa lewat persekutuan dengan golongan-golongan pro-Orde Baru, perbaikan-perbaikan mendasar bisa diciptakan. Bahkan sebaliknya!
Singkatnya, selama sisa-sisa Orde Baru masih kuat bercokol dalam DPR, MPR, Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan lainnya, serta dalam aparat-aparat pemerintahan, dan kalau pemerintahan di bawah Megawati tidak berani melawan kekuatan-kekuatan ini, maka situasi tidak akan mungkin bisa diperbaiki, karena reformasi tidak akan jalan. Sebab, latar-belakang persoalan yang paling pokok adalah yang berikut : sisa-sisa Orde Baru adalah pada dasarnya penentang reformasi! (soal ini akan ada tulisan tersendiri). Reformasi yang sungguh-sungguh, hanya bisa dilaksanakan dengan menghancurkan kekuatan sisa-sisa Orde Baru, yang masih terwakili secara nyata oleh Golkar, dan juga yang sedang menelusup di berbagai partai dan golongan (termasuk dalam kalangan militer). BAGAIMANA PERJUANGAN REFORMASI SELANJUTNYA?
Menghadapi situasi sesudah jatuhnya Gus Dur dan naiknya Megawati sebagai presiden, amat wajarlah kiranya bahwa banyak orang di kalangan barisan pro-reformasi yang memikirkan tentang sikap apa yang harus diambil dan apa yang selanjutnya harus dikerjakan bersama-sama. Ada yang berpendapat bahwa apa pun yang terjadi, adalah tugas seluruh kekuatan pro-reformasi untuk mendorong terus berkembangnya kekuatan masyarakat madani (civil society), bersama-sama membantu makin kuatnya LSM atau Ornop di berbagai bidang, mendukung makin maraknya gerakan-gerakan rakyat (mahasiswa, buruh, tani, pemuda, perempuan, pengusaha kecil, ex-tapol dll dll). Pendapat ini benar.
Sebab, kita sudah sama-sama menyaksikan, dengan pedih hati pula, bahwa rakyat sudah tidak boleh lagi menggantungkan harapan HANYA dan MELULU kepada DPR, partai-partai politik, dan pemerintah saja. Praktek-praktek yang terjadi selama Orde Baru, yang juga muncul akhir-akhir ini, membuktikan dengan jelas, bahwa kebanyakan di antara para “elite” itu tidak mengurusi kepentingan rakyat, melainkan hanya mengutamakan kepentingan diri masing-masing atau golongan masing-masing. Masyarakat madani, Ornop atau berbagai gerakan-gerakan extra-parlementer, adalah senjata atau wahana yang amat penting bagi rakyat, dalam membela kepentingan mereka atau menyuarakan aspirasi mereka.
Di kemudian hari, adalah sudah semestinya kalau seluruh kekuatan pro-reformasi mendukung politik atau program pemerintahan di bawah Megawati yang jelas-jelas menguntungkan pelaksanaan reformasi di berbagai bidang. Langkah-langkahnya untuk menjaga kebebasan demokratis dan memperkuat perlindungan HAM juga perlu dibela bersama-sama. Segala usaha beraninya untuk membrantas KKN tanpa pandang bulu perlu didorong terus, demikian juga politiknya untuk menegakkan hukum demi kepentingan umum, dan memperbaiki kehidupan rakyat. Tentunya, kita semua mengharapkan bahwa pemerintahan di bawah Megawati akan bisa melaksanakan itu semua, demi kepentingan rakyat dan negara. Tetapi, pertanyaannya, adalah : apakah pemerintahannya mau dan bisa melaksanakannya?
Sebab, kalau tidak, atau kalau yang dilakukan bahkan bertentangan dengan apa yang menjadi harapan begitu banyak orang, maka tidak ada jalan lain bagi seluruh kekuatan pro-reformasi kecuali melakukan perlawanan sekuat-kuatnya dan sebisa mungkin, dalam berbagai bentuk dan cara. Untuk menghadapi situasi yang buruk yang mungkin saja akan terjadi di masa depan, sudah benarlah bahwa sejak sekarang kekuatan pro-reformasi mulai mempersiapkan barisan, menyediakan payung dan “tameng”. (tentang soal ini ada tulisan tersendiri).
Singkatnya, bagi seluruh gerakan pro-reformasi, perjuangan masih bisa dan perlu diteruskan bersama-sama, dalam situasi baru sekarang ini. Dalam perjuangan bersama ini, mungkin akan diperlukan aliansi baru, untuk menghadapi lawan-lawan baru pula, dan mungkin juga dengan cara-cara dan program baru. Situasi sudah berobah, dan akan berobah terus. Tetapi perjuangan utama akan tetap sama, yaitu menghancurkan sisa-sisa kekuatan Orde Baru. Sebab, hanya dengan menghancurkan sisa-sisa kekuatan yang selama 32 tahun telah membikin kerusakan, penderitaan, dan kebusukan itulah Indonesia Baru akan bisa dibangun. Jalan lain tidak ada.