MENEMBUS BATAS NALAR PINGGIRAN INTERAKSI
Kemarin saya dengan 3 teman saya begitu hangat mengobrol santai dalam satu bangku panjang dengan di temani 3 cangkir kopi plus makanan ringan (godo : Gresik). Disitu ada macam namanya godo gedang, roti goreng, godo tempe. Sebagai selingan dalam obrolan saya serta teman-teman dan kelompok-kelompok lain yang sama melakukan obrolan namun beda tema maupun topik apalagi judulnya. Sesekali antar mereka saling bersahutan nimbrung tanpa sekat, tanpa ruang gelap yang biasa kita sepakati dengan nama “rahasia”, kita pagi itu menemukan kebebasan, kejujuran bahkan kepolosan-kepolosan interaksi sosial warung kopi.
Disitulah kebebasan kita temukan bersama-sama. Di warung kopi, namun dalam perspektif yang berbeda, keesokan harinya saya dan teman-teman saya masih tetap bertemu, namun kali ini dengan ruang yang agak sedikit berbeda pula dengan sekat-sekat yang populer bernama jejaring sosial (friendster, mirc, facebook, nimbuzz, dll). Tapi tetap dapat merasakan nikmatnya kopi hitam cangkir di masing-masing tempatnya. Sebuah perubahan telah terjadi, merubah segala aspek kehidupan sosial masyarakat. Perubahan cara pandang, perubahan cara berpikir, perubahan cara kerja, hampir semua bidang “terinfeksi” virus perubahan baru, perubahan instant yang bernama internet (maya world), sebuah dunia yang mengkreasi manusia mempunyai dunianya sendiri-sendiri, namun tetap dengan formasi kebebasan melalui sekat yang bernama Transmission Control Protocol/Internet Protocol tersebut. Makhluk yang bernama bebas tapi “terkurung”. Walaupun tanpa kehadiran teman-teman saya tadi, dan secara langsung interaksi kita “terpaksa” integral bersama mereka dan juga dengan mereka.
Multiplisitas bukan hanya bekerja dalam tatanan psikis melainkan melahirkan suatu bentuk sosial yang melampaui individualitas. Bentuk sosial ini dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana sebuah pengetahuan merupakan produk dari sosial.
Bentuk sosial ini diproduksi melalui penerjemahan realitas kedalam yang natural. Sedangkan dibalik yang natural adalah produksi dari penguasaan pada alam ketika alam direproduksi sebagai yang kultural. Dalam konteks ini realitas terbangun dari relasi kuasa sehingga realitas sendiri bukan sesuatu yang bebas nilai.
Tubuh kita integral sebuah representasi, bagaimana kekuasaan menyentuh permukaan dan menusuk hingga kedalam ketidaksadaran manusia. Ketidaksadaran yang sempurna sehingga kesadaran yang dimunculkan merupakan bentuk dari ketidaksadaran itu sendiri (ilusi).
Kesadaran dan ketidaksadaran menempatkan subyek sebagai lokasi kekuasaan berkerja. Subyek melihat dunia sebagai yang natural. Sedangkan penguasaan yang terjadi pada cara pandang dimaknai sebagai yang begitu adanya sebagaimana terpraktekkan dalam kebudayaan sehari-hari.
Bergerak-gerak, berlari tunggang langgangnya ideologi kebebasan yang “menusuk” kesadaran merupakan penciptaan dari ketidaksadaran. Dengan demikian kesadaran yang ditampakkan pada keseharian manusia merupakan produk dari ketidaksadaran yang bergerak melalui ideologi (Louis Althusser).
Mereka kampanye “kebebasan” bicara tentang sebuah kebebasan yang dipertentangkan dengan kehidupan riil yang terbatasi dan dipersepsi sebagai yang terberi. Dalam hal ini merujuk pada pengertian yang natural dan cultural. Sementara dengan adanya sentuhan reproduksi teknologi mekanis akan kehadirannya, agen memiliki keluasan yang berbeda dengan yang riil. Yang dimaksudkan berbeda secara riil ialah tidak dijumpainya kesatuan yang dapat menyatukan agen secara normatif dan moralistik. Dalam hal ini penyatuan manusia secara normatif dan moralistik dihubungkan dengan pengertian Durhkeim tentang solidaritas mekanik dan solidaritas organik.
Perubahan-perubahan gaya hidup, gaya bicara maupun lelaku teman-teman saya tadi setelah 1 minggu kemarin berkumpul kembali di tempat sama nan tak berubah, namun halus terasa terjadi pada teman serta orang-orang di sekitar saya, baik yang integral dalam kelompok-kelompok penikmat kopi maupun para lalu lalang tak beraturan. Mari kita saksikan bersama-sama orang-orang paling dekat di sekitar kita. Mereka sudah memiliki apa yang dinamakan kebebasan tadi, namun kiranya sedikit masih bisa kita belokkan pada keteraturan.
Bagaimanapun pergerakan perubahan selalu bergerak-gerak mengisi serta menyesuaikan tempat dan ruang gerakannya hampir pasti mirip seperti sifat air dan itu pasti.
Perubahan-perubahan tentang “hal” merujuk pada bagaimana subyek ditata melalui ke normalan dalam yang sosial. Dalam konteks ini subyek dikenali secara sosial berdasarkan bagaimana yang sosial mengenalnya. Dengan demikian yang menjadi tolok ukur adalah bagaimana lingkungan sosial ini membaca serta mengenal sifatnya (air).
Pergerakan perubahan, secara sosial secara samar-samar dapat menunjukkan bagaimana kuasa dari yang sosial menciptakan aturan dalam penciptaan realitas secara natural. berproses menjadi natural ini kemudian ditransformasikan jadi kultural. Agen hendak menunjukan bagaimana subjektifitas, memiliki kekuatan - dalam bentuk dan berat - dalam kekuatan yang kemudian dapat dirujukan pada konsep akan kuasa subjek.
Sisi lain menjadi bentuk permainan dan tontonan (just a game), yang ilusif dan kontradiktif. Dengan adanya bentuk pengorganisiran tata kata dan bahasa, hingga memungkinkan adanya kekuatan yang mengkonstruk psikis. Bagaimana subjektifitas agen, menjadi rapuh dalam arena sosial.
Sementara itu, secara kultural pengorganisiran tata kata dan bahasa tersebut, ditransformasikan untuk menunjukkan bahwa yang natural dapat dipergunakan untuk menyatakan apa yang dimaksudkan oleh yang sosial sebagai yang tidak mungkin. Maksudnya adalah sebagai yang tidak mungkin bagi subyek untuk melawan kodratnya. Kodrat yang dibangun dalam relasi kuasa/pengetahuan. “be realistic” dipergunakan untuk menekankan makna yang menghadirkan pemaknaan pada subyek mengenai keterbatasannya.
Hanya melalui bahasa do’a sekat-sekat tersebut tersambung dengan wajah kebaikan, kejujuran maupun kepolosan lantas mengisi relung-relung kosong jiwa maupun raga esensi kemanusiaan. Do’a sapu jagat Rabbana atina fiddunya chasanah wafil akhirati chasanah waqina adzabannar. Di dalam do’a ini kalimat pertamanya carilah rizki duniawi yang baik (halal), mencari dunia untuk mencapai atau tanggung jawab pada akhirat kelak.
Tentang do’a ini pun sebenarnya manusia atau siapa pun sangat di anjurkan dan diperkenankan oleh Tuhan. Bahkan manfaat akan do’a tersebut tidak diragukan lagi. Alexis Carrel, seorang ahli bedah Perancis yang meraih dua kali hadiah nobel, menegaskan bahwa kegunaan do’a dapat dibuktikan secara ilmiah sama kuatnya dengan pembuktian dibidang fisika. Oliver lodge secara halus menyindir mereka yang tidak melihat manfaat do’a “kekeliruan mereka, karena menduga bahwa do’a berada di luar fenomena alam. Do’a harus diperhitungkan sebagaimana memperhitungkan sebab-sebab lain yang dapat melahirkan suatu peristiwa. Hanya saja sebagian dari permohonan kita itu mungkin tidak memenuhi syarat do’a, karena tidak jarang terasa bahwa permohonan yang kita panjatkan bagaikan laporan kepada Tuhan yang disampaikan dengan bangga dan panjang lebar. Kita bagaikan berpidato dihadapanNya, padahal kita diperintahkan agar bermohon dengan rasa rendah diri dan dengan suara yang lembut (QS : 7, 55), dengan begitu sering timbul pertanyaan di dalam benak kita, apakah kenyataan diatas menunjukkan bahwa kita masih perlu belajar berdo’a, di mulai dari keharusan membarengi do’a dengan ketabahan berusaha, sampai pada etika berdo’a dan materi harapan yang dipanjatkan? Apakah kenyataan diatas merupakan rahasia mengapa. Dan kalau berdo’a dan caranya pun masih perlu kita pelajari, maka sungguh parah penyakit kita, dalam hal berdo’a pun bangsa kita belum pandai (Quraish Shihab).
Aktifitas do’a itu tetap dan wajib kita lakukan seperti wajibnya kita melakukan sembahyang 5 waktu, orang-orang tua kita selalu bilang jangan LAMCING : habis salam melencing (baca : pulang). Dan saya sendiri sangat yaqin akan ampuhnya do’a-do’a tersebut walau manusia-manusia modern meletakkan do’a tersebut di pinggiran sajadah masjid.
Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi “Ya Allah, Engkaulah yang kami Maksud dan Ridha Mu adalah dambaanku”.
10 December 2010
Do'a-doa yang membebaskan
Author: ada dimana-mana
| Posted at: 12/10/2010 12:34:00 pm |
Filed Under:
pray for freedom
|
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment